Kagerou, Batsubyoushimasu! Jilid 1 Bab 6 Bahasa Indonesia

Bab 6: Emas Satu

 Secara harfiah, perintah bersiaga adalah perintah untuk menunggu di kamar mereka hingga ada perintah baru yang diberikan. Mereka akan segera dipanggil dan ditugaskan jika ada keadaan darurat, namun selebihnya, mereka tidak perlu melakukan apapun.

 Itu merupakan periode yang membosankan, jadi cara yang paling efektif untuk mengisi waktu luang adalah dengan tiduran. Kegiatan lainnya adalah membaca, melakukan meditasi, melakukan latihan otot, dan lain-lain. Beberapa bahkan melakukan pertaruhan antara satu sama lain.

 Anggota Divisi Perusak ke-14 juga menunggu di ruangan mereka masing-masing dan berbaring di tempat tidur mereka. Tirai ditutup agar masing-masing dapat memiliki ruang untuk menyendiri. Mereka dapat tidur atau membaca buku di dalamnya. Mereka memiliki pendapat mereka masing-masing terhadap situasi tersebut, namun mereka tidak menyuarakannya.

 Di tengah kesunyian tersebut, salah satu tirai tempat tidurnya dibuka dengan perlahan agar tidak bersuara.

 Itu adalah tirai tempat tidur milik Kagerou.

 Ia dengan hati-hati keluar dari tempat tidurnya. Ia bernapas dengan perlahan, bahkan hingga ia seakan terlihat seperti menahan napasnya.

 Ia berjalan sembari berhati-hati agar tidak mengeluarkan suara langkah kaki.

 Ia menengok sekilas ke belakang. Satsuki sepertinya sedang melakukan latihan otot sampai barusan, namun sekarang tidak mengeluarkan suara. Ia membuka jendela dengan hati-hati dan melompat ke luar.

 Tidak ada orang di sekitar. Ia telah menyogok orang yang bertugas melakukan patroli mingguan dengan buah persik kalengan. Mereka tidak akan datang sampai setidaknya sepuluh menit selanjutnya. Ia harus mengambil perlengkapannya dan menuju pelabuhan sebelum ia kehabisan waktu.

 Ia bergegas dan mempercepat langkahnya.

 Tiba-tiba, ia mendengar sebuah suara.

“Mau ke mana kamu?”

“Huwah?!”

 Ushio sedang memasang ekspresi yang dingin di belakangnya. Kagerou tersentak kaget.

“N–ng–ngapain kamu di sini…?!”

 Ushio memandanginya dengan tidak setuju.

“Kamu berniat pergi tanpa memberitahu siapapun, bukan? Sayangnya, aku langsung menyadarinya. Ke mana kamu berencana pergi?”

“Ng, enggak ke mana-mana kok…”

 Kagerou kebingungan menjawab. Ushio mendekatkan wajahnya.

“Kamu ingin pergi menolong Akebono-chan bukan?”

“Uhh…”

“Benar bukan?”

 Kagerou mengangguk, menyerah mencari alasan.

“…Iya.”

“Apa kamu merasa bersimpati terhadap Akebono-chan setelah mengetahui tentang keadaannya?”

“Itu juga, sih, tapi alasan utamanya adalah karena gadis itu tetaplah seorang kapal perusak mau bagaimanapun dia menyangkalnya, 'kan? Dia adalah teman kita, bukan?”

 Kagerou tersenyum canggung.

“Akebono adalah gadis yang bermulut kasar, selalu membantah, dan tidak pernah mau merubah sifatnya,[1] meski begitu, dia tetap pergi untuk menolong konvoinya, 'kan? Jadi aku kepikiran, ‘Dia masihlah seorang kapal perusak jauh di lubuk hatinya yang terdalam.’ Dia sama seperti kita. Teman kita yang berharga. Dan karena dia teman kita, maka aku harus menolongnya.”

 Ia kemudian menambahkan, “Seperti yang Ushio bilang, Akebono mungkin akan tenggelam jika kita tidak menolongnya dengan cepat. Namun, menolongnya artinya melanggar perintah. Aku tidak ingin membiarkan yang lain terseret karenanya. Jadi, setidaknya aku akan melakukannya sendirian…”

“Biarkan aku ikut juga,” kata Ushio dengan tegas. Kagerou spontan membalas, “Kamu dengar apa yang aku katakan tidak sih? Ini melanggar perintah yang diberikan pada kita. Kita akan dimasukkan ke rumah tahanan tau?”

“Aku tidak peduli jika ini melanggar perintah atau apapun, aku juga ingin menolong Akebono-chan. Lagipula, akulah yang pertama kali mengusulkan untuk menolongnya.”

“Tapi…”

“Kagerou-san sendiri pernah bilang, bukan? ‘Aku tidak akan pernah meninggalkan teman-temanku’?”

 Ekspresi Ushio sangatlah serius.

 Kagerou membuka mulutnya untuk mencoba membuatnya berubah pikiran, namun kemudian langsung menutup mulutnya. Ia menyadari bahwa itu mustahil.

 Malah sebaliknya, ia lalu mengangguk.

“Aku paham.”

“Paham apanya?”

 Kali ini, bukan Kagerou saja, namun Ushio pun juga tersentak kaget.

 Satsuki berdiri sambil tersenyum lebar di belakang mereka. Di sampingnya ada Nagatsuki. Lalu Arare.

Hee~, sepertinya mereka berdua ingin pergi menolong Akebono. Kira-kira aku juga diajak nggak ya?”

“Hanya Kagerou dan Ushio yang tidak berterus terang tentang keinginan mereka. Kalian seharusnya membicarakannya denganku juga,” kata Nagatsuki.

“Pergi…tolong dia…lalu pulang… Dalam sekejap…semuanya akan berakhir…,” kata Arare.

 Kagerou akhirnya kehilangan kata-kata, lalu memperhatikan wajah mereka.

 Ekspresi wajah mereka tidak terlihat bermain-main, berkebalikan dengan cara mereka berbicara.

 Tingkah biasa Ushio yang malu-malu menghilang, Satsuki menghentikan cengirannya, Nagatsuki menunjukkan sikap seorang pendekar kuno, dan Arare…masih sama seperti biasanya.

 Ia tidak perlu menanyakan apapun. Tujuan mereka semua sudah jelas.

 Tentunya, untuk menyelamatkan teman mereka.

“…Baiklah,” kata Kagerou untuk menyemangati dirinya sendiri dan yang lainnya. “Ayo pergi bersama. Kita akan menolong Akebono.”

 ‘Ou,’[2] mereka bersorak dengan pelan, menghindari kegaduhan agar tidak didengar orang lain.



 Cipratan air yang menjulang tinggi di sana sini membuat sekitar terlihat seperti hutan lebat yang belum terjelajahi. Pohon-pohon kematian tersebut tertanam oleh peluru-peluru Armada Laut Dalam. Maut yang seketika akan menyambar bahkan jika kau hanya mencoba mendekatinya.

 Armada Laut Dalam menyerbu ke arah Akebono dengan momentum yang tidak dapat dibendung.

“Ah, ya ampun! Mereka sebanyak apa sih?!”

 Akebono telah meluncurkan seluruh torpedonya, dan sekarang sedang melawan mereka dengan menembakkan meriam 12.7cmnya secara membabi buta. Laras meriamnya sudah menjadi terlalu panas sejak lama, sementara pancaran panasnya membuat wajahnya seperti terbakar. Meski begitu, ia tidak dapat berhenti menembak. Ia harus melakukan apapun agar kapal-kapal kargonya dapat melarikan diri.

 Kilasan cahaya muncul dari segerombolan Armada Laut Dalam.

“Haluan kanan!”

 Ia berteriak pada dirinya sendiri, kemudian berbelok ke kanan. Cipratan air bermunculan satu demi satu di belakang jejak ombaknya seakan mengejarnya.

 Haluan kanan, kemudian seketika haluan kiri. Lalu haluan kanan lagi. Akebono melakukan Manuver Z berulang-ulang. Ia melakukannya sama seperti saat latihan dengan Kagerou dan yang lain. Gerakan tersebut tidak hanya berguna untuk mengawal konvoi, namun juga untuk menghindari terkena tembakan. Terlebih lagi apabila dilakukan oleh seorang kapal perusak yang kecil, cekatan, dan tangkas.

 Ia menembakkan meriam 12.7cmnya lagi. Tembakannya tepat mengenai salah satu kapal perusak kelas Ro yang paling dekat. Kapal perusak Ro tersebut terjungkir terbalik lalu tenggelam.

Yes, kena!”[3]

 Kesempatannya untuk bergembira selama sesaat bahkan tidak sampai berlangsung hingga beberapa detik. Ia dikejar-kejar oleh seluruh kawanan Armada Laut Dalam karena provokasi dan kebisingan yang ia keluarkan. Jumlah musuhnya sampai membuatnya bertanya-tanya, ‘Apa seluruh musuh di daerah ini mengejarku semua?’

 Tidak masalah. Aku bisa mengulur waktu dengan begini. Datanglah lagi, kemarilah kejar aku.

 Sebuah kapal perusak kelas Ro bergerak dengan ceroboh dan menghalangi kapal penjelajah torpedo kelas Chi, lalu terkena torpedo milik kawannya sendiri dan meledak. Ledakannya menjulang tinggi di langit.

 Akebono melakukan Manuver Z lagi. Mungkin, aku bisa melakukan ini. Mungkin, akan ada yang menolongku. Mungkin saja, aku bahkan bisa selamat.

 Di saat itu juga, sebuah raungan yang tak dapat dibayangkan bergema.

 Kapal tempur kelas Ru-nya meraung. Dia seakan seperti manusia yang kesal dan marah, lalu mengarahkan laras meriamnya ke arah Akebono yang selalu berhasil menghindari kejaran mereka.

“Gawat!”

 Akebono terkesiap. Cipratan air yang ukurannya tidak dapat dibandingkan dari yang sebelumnya bermunculan di mana-mana. Baik getarannya yang mengguncang udara dan keriuhan yang memenuhi langitnya sangatlah mencengangkan. Armada Laut Dalamnya, masih gigih mengejar, melancarkan lebih banyak serangan.

 Cipratan airnya lebih banyak dan menjulang lebih dekat dengannya daripada sebelumnya.

 Seluruh tubuhnya basah kuyup terkena air laut dari ujung rambut hingga ujung kaki.

“Bleh, asin sekali, menjijikan.”

 Haluannya menjadi kacau karenanya. Begitu ia mencoba memperbaiki arah haluannya, serangannya kembali berlanjut.

“Tunggu, yang benar saja?!”

 Sebuah ledakan near miss muncul di dekatnya. Dadanya terkena dampak ledakannya, dan ia dapat merasakan bahwa bagian tubuhnya yang tidak menarik menjadi semakin rata, tidak penting sekali.

 Lalu ledakan yang selanjutnya, kali ini mendarat tepat di belakangnya. Ia hampir terjungkal.

 Ia menguatkan kakinya dan mencoba bertahan untuk tetap berdiri. Setelah mencegah dirinya terjungkir, ia merubah haluan ke kiri. Ia melakukan manuver-manuver untuk mengacaukan bidikan musuh sebisa dan selama mungkin. Tidak diragukan lagi, hanya waktu yang dapat menentukan kemenangan atau kekalahannya. Semakin lama ia mengulur-ulur waktu, semakin tinggi kemungkinannya untuk menang.

 Namun usahanya pun lambat laun juga akan berakhir.

 Serangan-serangan yang mengelilingi Akebono semakin lama semakin dekat. Cipratan air yang tak terhitung jumlahnya bermunculan.

 Ia menghindari badai serangan tersebut dengan bergerak ke kanan kiri sembari terhujani air laut.

 Cipratan airnya mereda, dan ia secara ajaib berhasil bertahan tanpa terluka sama sekali.

 Di saat yang berikutnya, wajah Akebono menjadi kaku.

 Sebuah gerombolan Armada Laut Dalam berada di depannya. Lautnya seakan-akan dipenuhi oleh mereka. Mata biru yang sangat banyak seluruhnya menatap ke arahnya.

 Akebono menyadari bahwa ia telah dijebak. Semua serangan yang sebelumnya hanyalah untuk memancingnya dengan sengaja.

 Mereka berkomplot untuk memastikan agar ia tertangkap.

“S–siapkan torpedonya…”

 Torpedonya tidak meluncur. Ia telah menghabiskannya. Tidak akan ada lagi torpedo yang tersisa begitu kau meluncurkannya beberapa kali. Tentunya, ia tidak dapat kembali ke pelabuhan untuk mengisi ulang.

 Serangannya mendarat jauh lebih dekat dari yang sebelumnya.

“Ngh!”

 Ledakannya membuat meriam 12.7cm-nya terlepas dari tangannya. Meriamnya terlempar di kejauhan dan jatuh tenggelam. Kesadarannya juga melayang-layang entah ke mana, jadi ia menggigit bibirnya dengan sekuat tenaga untuk menjernihkan pikirannya.

 Peluncur torpedo yang terpasang di pahanya juga hampir terlepas. Ia melepaskannya sendiri dan melempar membuangnya. Kalau peluncurnya tidak bisa meluncurkan torpedo, maka itu hanyalah sebuah beban.

“Dengan begini, aku akan menjadi lebih cepat! Kekuatan mesin penuh! …Eh?”

 Pergerakannya lamban. Bahkan ukuran jejak ombak putihnya[4] lebih kecil dari sebelumnya. Kecepatannya tidak meningkat sama sekali. Mesin utamanya bergemeretak karena efek serangan sebelumnya. Ia kehilangan kecepatan—keunggulan utama dari kapal perusak.

 Merasa tidak sabar, ia meneriaki kakinya sendiri.

“Sialan, bergeraklah dengan benar!”

 Kali ini sebuah ledakan muncul disertai dengan pecahan kepingan.

 Ia secara refleks melindungi wajahnya. Gadis kapal sangatlah tangguh dan lebih kuat dari manusia biasa karena mereka dapat menciptakan lapisan pelindung khusus.[5] Namun, jika mereka terkena serangan bertubi-tubi, mereka juga bisa mati.

 Ia dapat merasakannya. Kapal tempur kelas Ru itu pasti sedang mempertanyakan kesombongannya yang ia tunjukkan sejak awal. Itu pasti mengapa wanita itu menembak dengan cara seperti itu.

 Cipratan air bermunculan lagi. Ia merasakan sebuah ledakan di dalam air di bawah kakinya. Ia hampir terjungkir terbalik.

“Masih belum!” Meski begitu, Akebono berteriak. “Hanya…hanya meriam, peluncur torpedo, dan mesinku yang rusak!”[6]

 Ia kembali berdiri meski tubuhnya dalam kondisi yang buruk. Meskipun ia tidak lagi memiliki apapun untuk digunakan, ia tidak akan berhenti melawan. Andaikan ada batu di sekitar, ia akan melemparkannya, andaikan ada ranting tergeletak, ia akan menggunakannya bagaikan pedang. Namun, bahkan jika ia mencoba mencari sesuatu untuk digunakan, hanya ada air laut dan Armada Laut Dalam di sekitarnya.

 Monster yang mendekat. Hasrat menangkap mangsa yang sekarat. Mereka sepertinya menikmatinya. Mangsa yang mereka buru dengan susah payah akhirnya akan mati, jadi rasanya sangat menyenangkan, seperti itukah? Apa konvoinya berhasil kabur? Apakah mereka sudah berada di perairan yang aman? Bagaimana kabar yang lain di Divisi Perusak ke-14 ya? Apakah mereka sedang tidur? Apakah mereka sedang bersenang-senang? Apakah mereka sedang merayakan kepergian si gadis bodoh yang egois ini? Saat ini, hal yang muncul di pikiranku hanyalah wajah para rekan-rekanku yang selalu kucaci maki. Nagatsuki, Satsuki, Arare, Ushio. Lalu Kagerou. Setidaknya, tolong lupakan gadis bodoh sepertiku. Kumohon, tolong jangan biarkan peluru 16 inci kelas Ru menjatuhi mereka sepertiku.

 Ledakannya menerbangkannya ke udara. Ia dapat kembali bangun entah bagaimana, namun kaki kirinya tiba-tiba mulai tenggelam.

 (Kebocoran di sisi kiri?!)

 Ketika mesin utama yang mereka kenakan di kaki mereka kehilangan kemampuan mengapungnya, gadis kapal menyebutnya ‘kebanjiran.’ Mereka akan tenggelam jika hal itu dibiarkan begitu saja. Kaki Akebono terendam hingga sekitar pahanya.

“Banjiri sisi kanannya!”

 Ia dengan sengaja membanjiri sisi kanan untuk mengurangi kemampuan mengapungnya. Kaki kanannya terendam sedalam kaki kirinya untuk menyeimbangkannya. Hal itu merupakan penanggulangan kerusakan[7] yang mendasar.

 Akan tetapi, mesin utamanya secara tak berdaya kehilangan tenaga karena serangannya.

 Kaki kirinya tenggelam, lalu kaki kanannya juga tenggelam setelahnya. Kakinya terus tenggelam meskipun ia telah berusaha menghentikannya. Ia mencoba menarik kakinya keluar, namun kali ini ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke belakang.

 (Aku akan tenggelam?!)

 Wajahnya terendam di bawah permukaan laut.



 Suara mesin utama menggaung di bawah langit yang berawan. Anggota Divisi Perusak ke-14 sedang melaju dan meninggalkan jejak ombak putih yang besar.

“Satsuki, periksa arahnya!”

“Jalurnya sudah benar! Tetap lurus ke depan!”

 Perintah Kagerou dibalas dengan seketika. Beberapa saat yang lalu, mereka berpapasan dengan konvoi kapal kargo. Penumpang konvoinya mengatakan bahwa mereka diperintahkan untuk lari oleh seorang gadis kapal perusak, jadi mereka melarikan diri dengan kecepatan penuh.

 Ketika ditanya tentang keberadaan sang gadis tersebut, mereka menunjuk ke arah dari mana mereka lari.

“Kami mendengar suara tembakan meriam tadi. Kami harap dia tidak apa-apa, tapi…” jawab mereka khawatir.

 Kagerou dan yang lain mengawal konvoinya ke perairan yang aman terlebih dahulu, lalu melaju dengan kecepatan penuh.

 Mereka mengambil peralatan mereka secara paksa dengan berpura-pura memiliki izin menggunakannya. Meminjam peralatan untuk mempelajarinya memanglah mudah, namun ceritanya berbeda jika mereka ingin meminjam amunisi sungguhan. Jadi, mereka berlagak setengah

 Mereka hanya menyelipkan Surat Permohonan Izin Penggunaan Peralatan di bawah pintu ruangan Atago. Itu merupakan ide Arare. Mereka melakukannya hanya untuk berjaga-jaga, karena mereka memang tidak memiliki izin apapun untuk menggunakan peralatan mereka, meskipun mereka menyadari bahwa apa yang mereka lakukan tidak dapat dibenarkan.

 Mau bagaimana pun juga, mereka akan dijadikan tahanan rumah jika ketahuan, atau lebih buruk lagi, mereka bisa diadili dalam peradilan militer. Mereka akan ditugaskan dengan pengacara secara asal-asalan, yang akan berdebat tanpa henti dengan orang-orang yang terlihat penting menggunakan argumen konyol, lalu dinyatakan bersalah tanpa bisa menyatakan banding, kemudian dimasukkan ke penjara. Memang tidak terlalu buruk, namun mereka akan dipecat secara tidak hormat dan hanya bisa melakukan pekerjaan paruh waktu selama sisa hidup mereka. Mereka bukannya tidak menyadari bahwa mereka sedang melakukan hal yang bodoh.

 Lebih tepatnya, mereka hanya tidak peduli terhadap apa yang akan terjadi setelahnya.

 Semuanya melanjutkan apa yang sedang mereka lakukan dengan satu tujuan, yaitu untuk menolong Akebono.

 Bunyi suara yang aneh muncul dari kedua mesin utama milik Kagerou.

 Suaranya bergemeretak dan disertai dengan getaran. Mesin utamanya seakan-akan menyatakan keberatannya atas pergerakan kasar yang harus mereka derita.

“Berisik!”

 Ia meneriaki kakinya sendiri.

“Aku takkan menerima apapun selain secepat ini! Akan kulelehkan kalian di dalam tungku peleburan Muroran kalau kalian berani berhenti bergerak!”[8]

 Suara dan getarannya berhenti. Mesin utamanya meningkatkan kecepatan rotasinya kembali.

“Kita akan mencapai lokasinya sebentar lagi,” Nagatsuki said.

 Secara sekilas, tidak ada apa-apa di sekitar, namun tempat itu merupakan tempat di mana sang kompas akan menunjukkan sifat buruknya. Tempat itu merupakan perairan yang dapat menuntun gadis kapal menuju tempat yang sama sekali berbeda dari yang mereka tuju.

 Apakah mereka dapat mencapai tujuan mereka atau tidak benar-benar bergantung kepada keberuntungan. Hal yang dapat mereka lakukan hanyalah berdoa.

“Semuanya… Pegangan tangan!”

 Kagerou mengulurkan tangannya. Semuanya bergandengan tangan satu sama lain.

 Mereka menutup mata mereka dengan erat. Kagerou berdoa dari lubuk hatinya yang terdalam.

 Kumohon. Tolong, antarkan kami ke tempat Akebono. Ke tempat teman kami.

 Selama sesaat, ia merasakan hembusan angin melewati kepalanya.

 Ia membuka matanya. Lautnya masih kosong seperti sebelumnya.

 Namun, ia yakin bahwa mereka berada di arah yang benar.

“Kita berhasil lewat, kompasnya tidak meleset!” Bahkan Nagatsuki yang biasanya formal dan kaku berteriak girang.

 Mereka tidak memiliki waktu untuk bergembira. Mulai sekarang, mereka akan dikejar oleh waktu.

“Kecepatan tempur penuh pada kedua sisi! Jangan kurangi kecepatan kalian sedikit pun!”

 Tidak ada yang memprotes. Semuanya menyesuaikan sinyal Hitam dan Merah[9] mereka sendiri, lalu mereka berbaris dan melaju.

 Mereka masih belum dapat melihat siapapun di ujung cakrawala. Divisi Perusak ke-14 bergerak maju, wajah mereka menunjukkan sedikit ketidaksabaran.



 Diseret ke bawah adalah kata yang lebih cocok untuk menggambarkan keadaannya daripada tenggelam. Secepat itulah Akebono terjun ke bawah.

 (Apa aku...akan mati...?)

 Gadis kapal akan dihapus dari daftar aktif bertugas Angkatan Laut dalam dua kasus. Pertama adalah karena dibebas tugaskan, di mana peralatan dan persenjataan mereka akan diambil kembali. Saat itu terjadi, mereka akan kembali menjadi gadis biasa.

 Kasus yang kedua adalah karena tenggelam. Seperti yang umumnya terjadi, gadis kapal yang terkena kerusakan berat sering kali memilih untuk lanjut bertempur sedikit lebih lama dari yang seharusnya mereka lakukan alih-alih kembali ke pangkalan, hanya untuk tenggelam karena terkena serangan Armada Laut Dalam. Pada kasus semacam itu, tidak akan ada mayat atau peninggalan yang tersisa, hanya tulisan nama almarhum yang akan muncul di surat kabar resmi pemerintah.

 Akebono akan menjadi seperti kasus yang kedua.

 Tubuhnya tenggelam. Badannya menjadi lebih ringan karena ia kehilangan beberapa bagian dari peralatannya, namun hampir mustahil baginya untuk mengambang. Anggota tubuhnya mati rasa dan letih, dan mau bagaimana pun ia mencoba menggerakkannya, tubuhnya tidak mau bergerak. Mesin utamanya sepertinya entah bagaimana masih dalam kondisi yang bagus, namun tidak berguna karena ia telah kehilangan kemampuan mengapungnya, dan sayangnya, dia bukanlah kapal selam.

 Mungkin ironis mengingat kesadarannya masih sangat jelas. Mungkin itu merupakan ujian yang diberikan pada sang gadis agar ia dapat menyadari kematiannya sendiri.

 Ia samar-samar berpikir,

 (Di dasar lautan… kira-kira…ada apa ya…)

 Ia tidak berpikir kalau akan ada surga di sana. Lagipula, surga seharusnya di atas langit. Kalau begitu, apakah akan ada Istana Naga di sana?[10] Namun, Akebono tidak memercayai dongen tersebut, jadi pada akhirnya ia menyingkirkan pemikiran tersebut. Jawaban lainnya mungkin pasir-pasir yang indah dan ikan-ikan laut dalam. Lalu limbah yang dibuang secara ilegal.

 Ia mengarahkan pandangannya ke dasar lautan. Gelap gulita. Sepertinya masih ada beberapa waktu sebelum ia mencapai dasar. Seberapa dalam perairan ini? Mungkin hanya akan seperti perjalanan singkat sampai ia menuju dasar jika ia tenggelam dengan laju seperti ini. Lautnya tidak membiarkannya untuk mati meskipun riwayatnya sudah tamat. Mati ternyata memakan waktu.

 Akebono yang sedang memandang kosong tiba-tiba membuka matanya dengan lebar.

 (Ah...)

 Mata biru yang tak terhitung jumlahnya berjajar di dalam air. Masing-masing memiliki ukuran kira-kira sebesar salmon. Bentuknya lebih mirip mata serangga dibandingkan mata ikan, dan mereka bergerak dalam kawanan. Mereka mengitari Akebono, seakan-akan menunggunya mencapai dasar.

 Mata tersebut merupakan mata Armada Laut Dalam. Hanya saja, itu bukanlah kilauan mata sang pemburu yang ingin memakan mangsanya. Warna birunya merupakan jenis yang berbeda meskipun warnanya mirip. Cahayanya lembut, membisikkan sesuatu ke dalam benaknya.

 Mereka sedang mengundangnya.

 Mereka mengajak sang gadis yang tenggelam. Bukan undangan makan malam ataupun ajakan bermain.

 Namun merayunya.

 ₭Ɇ₥₳ⱤłⱠ₳Ⱨ.

 ฿ɆⱤ₲₳฿Ʉ₦₲Ⱡ₳Ⱨ ĐɆ₦₲₳₦ ₭₳₥ł.

 ₳ɎØ ฿ɆⱤ₮Ɇ₥₳₦.

 ₳ɎØ ฿ɆⱤ₮Ɇ₥₳₦.

 Mereka sedang berbicara dengannya. Itulah satu-satunya hal yang dapat ia simpulkan. Para Armada Laut Dalam yang kecil dan mungil tersebut sedang mengajaknya untuk bergabung dengan mereka.

 Akebono ketakutan. Ia merasa ngeri, namun bukan karena ia menyadari bahwa ia akan mati. Menurut sebuah teori, dikatakan bahwa Armada Laut Dalam merupakan perwujudan dari dendam dan kebencian dari kapal-kapal kuno yang tenggelam. Termasuk gadis kapal.

 Ia pernah menganggap bahwa itu sangat konyol. Akan tetapi, bagaimana dengan makhluk-makhluk yang tengah mencoba merayunya di sekitarnya? Ditambah lagi, mengapa Armada Laut Dalam bahkan memiliki kelas humanoid di antara mereka? Apakah mereka dulunya gadis kapal?

 Apa aku juga akan menjadi seperti itu?

 (Aku tidak mau mati... Aku tidak mau tenggelam!)

 Akebono menjadi panik. Anggota tubuhnya tidak mau bergerak, namun ia terus melawan meski hanya dengan menggunakan kesadarannya. Aku tidak sudi menjadi teman mereka. Aku adalah seorang gadis kapal. Kapal perusak penuh kebanggaan milik Distrik Angkatan Laut Yokosuka. Aku tidak manis, aku bermulut kasar, aku keras kepala, dan sejujurnya, semua orang membenciku. Tapi, aku tidak akan membuang harga diriku. Jiwaku tidak akan sudi menjadi sesuatu seperti Armada Laut Dalam, mana mungkin! Tapi...meski begitu...semuanya sudah...

 Tubuhnya menjadi semakin berat. Cahaya biru itu menggerogoti kepalanya. Cahayanya menyebar—

 Tubuhnya ditarik ke atas.

“Haahh!”

 Ushio muncul dari bawah permukaan laut membopong Akebono sambil terengah-engah. Sekujur tubuhnya basah kuyup setelah mematikan daya apungnya untuk sementara agar bisa menyelam.

“Akebono-chan, kumohon bertahanlah! Kamu masih hidup, 'kan?!”

 Ushio menampar pipi Akebono lalu menariknya kembali. Itu cukup berguna karena Akebono perlahan mulai membuka matanya.

“Armada Laut Da—Ushio!? Kenapa…?!”

 Akebono sangat terkejut melihatnya. Di saat yang sama, Ushio merasa lega dengan berlinangan air mata.

“Syukurlah... Meskipun awalnya kamu mengira aku musuh, tapi akan kumaafkan.”

“Konvoinya…?!”

 Kagerou yang datang setelahnya berkata sembari memandang ke depan, “Mereka sudah berada di perairan yang aman. Ushio, bawa Akebono pergi dari sini!”

 Ushio menggenggam lengan Akebono. Ia menariknya dengan sekuat tenaga.

“Kemarilah.”

“Ushio…sakit tau!”

“Tolong terima saja.”

 Kagerou mengecek untuk memastikan bahwa Akebono sedang ditarik dengan benar. Kemudian, ia kembali mengarahkan pandangannya ke depan.

 Ia tidak perlu menggunakan teropongnya untuk memastikan keberadaan mereka; pasukan besar Armada Laut Dalam. Mereka geram karena seseorang menggagalkan usaha mereka untuk menenggelamkan mangsa yang mereka buru dengan susah payah.

 Ia berteriak pada rekan-rekannya.

“Ayo pergi dari sini! Pasang tabir asap!”

“Biarkan aku melakukannya.”

 Nagatsuki menawarkan diri dengan sukarela. Ia berlayar ke kanan kiri, menyebarkan asap hitam yang dihasilkan oleh ketel uap[11] di punggungnya.

 Pada saat yang sama, mereka melakukan manuver Sei Z, gerakan memutar 180 derajat ke kanan secara serentak. Mereka mundur dari medan pertempuran bersama Nagatsuki yang telah menyelesaikan tugasnya.

 Armada Laut Dalam tidak mengejar mereka.

“Kita berhasil, hore! Ahahaha!”

 Satsuki tertawa senang. Ia bertepuk tangan kegirangan.

 Sementara itu, Kagerou tidak begitu gembira dengan situasi mereka.

“Ushio, bagaimana kondisi Akebono?”

“Seluruh persenjataannya hilang. Pakaiannya juga compang-camping.”

 Ia memeriksa keadaannya dengan sekilas. Benar saja, seragam pelautnya tersobek di sana sini, bahkan jepit rambut lonceng khasnya juga hilang.

“Hal pertama yang harus kita lakukan saat kita tiba di pangkalan adalah menempatkannya di galangan ya.”

“…Apa mereka…akan membolehkannya…?” Arare bertanya.

 Para gadis itu pergi secara diam-diam untuk menyelamatkan Akebono. Saat ini, seharusnya tengah terjadi kehebohan karena seluruh anggota dari salah satu divisi perusak di pangkalan menghilang. Mereka pasti akan ditegur tanpa terkecuali.

 Kagerou menyilangkan tangannya dan merenung.

“Yah, mau bagaimana lagi. Kita hanya bisa bersujud memohon dan masuk rumah tahanan, dengan begitu mereka pasti akan mengizinkannya masuk galangan, 'kan?”

 Akebono bergeliat-geliut sembari ditarik oleh Ushio.

“Bodoh! Ini tidak ada hubungannya dengan kalian! Semuanya salahku, jadi aku yang seharusnya dihukum!”

“Kamu tidak perlu khawatir tentang itu. Benar 'kan, semuanya?”

“Tentu saja. Akebono seharusnya lebih mengandalkan kita,” kata Nagatsuki.

 Satsuki juga berkata sambil tersenyum, “Betul, betul. Kamu juga boleh memanggilku ‘Kak’ lho, kalau kamu mau.”

“Mana sudi aku tunduk kepada kelas Mutsuki!”

“Adikku memang sangat keras kepala, ya?”

“Aku tidak keras kepala!”

 Kagerou tertawa mendengar jawaban keras kepalanya yang khas.

 Tepat saat itu.

 Cipratan air menjulang jauh di depan mereka.

 Kagerou terkejut. Untuk sesaat, ia bertanya-tanya apakah itu merupakan ledakan ranjau. Hanya saja, tidak ada seorang pun di depan mereka.

 Ia menengok ke belakang. Muncul suara lemah dan redup dari belakang tabir asapnya.

“Kita sedang ditembaki?!”

 Para gadis kapal itu panik.

 Armada Laut Dalamnya masih belum menyerah.

 Mereka menyerang dengan gigih, mungkin merasa terhina karena terkecoh oleh para kapal perusak itu ditambah dengan kegagalan mereka menangkap konvoi kapal kargonya. Beberapa cipratan air bermunculan di depan para gadis itu.

“Kagerou, apa yang harus kita lakukan?”

 Ia menjawab pertanyaan Nagatsuki secara refleks, “Sebaiknya kita kabur. Lagipula, toh kita tidak akan terkena serangan mereka.”

 Sesuai dengan perkataannya, serangan musuh sepertinya tidak terarah dengan benar. Meskipun arahnya sesuai dengan haluan mereka, serangannya hanya mencolok karena cipratan airnya, bahkan sama sekali jauh dari mereka. Mereka dapat menghindarinya dengan mudah selama mereka berhati-hati.

 Serangannya datang kembali. Kali ini, tembakannya jatuh di belakang mereka.

“Mereka membidik ke mana sih—”

 Wajah Kagerou membeku begitu ia menyelesaikan kalimatnya.

 (—Apa mereka sedang melakukan bracketing?!)[12]

 Mereka sedang diserang dengan tembakan bracket.

 Armada Laut Dalam sedang memburu mereka dengan penuh tekad. Terbukti, serangan selanjutnya jatuh lebih dekat daripada sebelumnya.

 Cipratan airnya menjulang ke langit, memercikkan air laut ke sekitar. Permukaan lautnya bergoyang terombang-ambing.

“Waah!”

 Satsuki menjerit. Dia orang pertama yang terhujani air laut.

“Kenapa aku kena?!”

 Kagerou pun heran. Ia menengok ke belakang untuk mencari tahu, tapi tabir asapnya masih ada di belakang mereka. Meski demikian, Armada Laut Dalam dapat menembaki mereka dengan ketelitian yang tinggi. Bagaimana caranya Armada Laut Dalam menentukan posisi mereka?

“—Mereka punya Sistem Pengendali Tembakan!”[13]

 Para gadis kapal terkesiap mendengarnya. Semua orang tahu betapa efektifnya memiliki sebuah radar. Angan-angan tentang keinginan mereka untuk mendapatkan radar agar mereka bisa bersantai saat bertugas mengintai setidaknya pernah muncul sekali dalam benak semua orang. Namun, kapal perusak jarang sekali mendapatkannya. Sementara itu, musuh mereka malah memilikinya.

“…Benarkah…?”

 Kagerou menjawab pertanyaan Arare, “Tidak ada hal yang bisa menjelaskannya lagi! Kelas kapal tempurnya pasti—”

 Tiba-tiba, sebuah siluet muncul dari balik tabir asapnya.

 Figur tinggi tersebut adalah sang kapal tempur kelas Ru. Sosoknya sangat mendominasi sekitar, seakan-akan dia seperti ratu yang menguasai planet ini. Wanita itulah sosok yang memiliki Sistem Pengendali Tembakan. Di dalam mata birunya yang gelap, terdapat gabungan dari dendam keinginannya untuk mencabik-cabik mereka dan obsesi gigih untuk mengejar mereka hingga tertangkap. Persenjataan utamanya yang terdiri dari Meriam Turet Tiga Laras 16 incinya diarahkan langsung pada mereka.

 Di sekitarnya terdapat gerombolan besar Armada Laut Dalam.

 Sang kapal tempur kelas Ru membalikkan badannya dan mengaum.

 Armada Laut Dalam merespon dengan meraung. Teriakan perang bergema di bawah langit yang berawan.

 Arare menutup telinganya mendengar suara yang mengerikan tersebut. Raungan Armada Laut Dalam memunculkan rasa takut di dalam hati. Salah satu syarat untuk menjadi gadis kapal adalah apakah mereka dapat bertahan mendengar raungan semacam itu tanpa kehilangan keberanian mereka. Namun, tidak peduli berapa banyak penilaian [Bagus Sekali] yang mereka dapatkan dalam tes kecocokan mereka, mereka akan dihinggapi rasa takut begitu mendengar raungan yang sesungguhnya. Dikatakan bahwa para pejabat tinggi bahkan mempertimbangkan untuk meningkatkan kekebalan para gadis kapal terhadap hal tersebut dengan menggunakan obat-obatan.

 Kagerou berhasil melawan rasa takutnya.

“Manuver Z!”

 Ia menyorotkan sinyal[14] dan berteriak pada saat yang sama. Kemudian, ia memberi instruksi pada Arare, “Hubungi Distrik Angkatan Laut! Beritahu mereka‘Kami menemukan pasukan besar Armada Laut Dalam yang memiliki kapal tempur kelas Ru di dalamnya, mohon kirimkan bantuan,’ atau semacamnya!”

“Itu akan…membuat musuh sadar…dan memancing mereka…”

“Lakukan saja!”

 Mengirimkan transmisi radio yang tidak terenkripsi sama seperti memberitahukan posisimu pada musuh dan menyuruh mereka untuk datang. Armada Laut Dalam akan datang mengerumuni mereka bahkan lebih cepat dari ngengat yang terpancing oleh sumber cahaya.

 Namun hal tersebut tidak penting bagi mereka. Faktanya, mereka memang sedang diburu oleh armada musuh yang besar.

 Peluru 16 inci terus menerus berjatuhan, mengubah area sekitar menjadi lapangan tembak.

 Para kapal perusak melaju melewati cipratan-cipratan air yang bermunculan. Tembakannya mengikuti mereka tanpa henti.

“Ow!”

 Satsuki menggumam. Ia pasti terkena serpihan ledakan. Sepertinya lukanya tidak begitu serius, namun ledakan near miss-nya semakin bertambah.

“Jangan berhenti bergerak!” Kagerou berteriak. “Terus lari ke arah Distrik Yoko!”

 Hal tersebut tidak perlu dikatakan lagi. Lautnya sangat kacau, dan udaranya hanya dipenuhi suara tembakan. Meski begitu, mereka terus melaju.

“—gh!”

 Tubuh Arare terlempar ke udara karena efek ledakannya. Melihatnya, Nagatsuki menangkapnya.

“Apa kamu tidak apa-apa?”

“…Terima kasih.”

 Itu terlihat bagaikan ksatria yang menolong pangerannya. Namun tentu saja, mereka tidak memiliki waktu untuk bersenda gurau sekarang.

 Kagerou memandang ke depan, lalu menoleh ke belakang. Jarak antara mereka dan Armada Laut Dalam semakin mendekat. Tembakan yang begitu banyak berjatuhan di depan mereka yang menyebabkan mereka tidak dapat lewat.

“Semua kapal, lakukan gerakan mengelak secara bebas!”

 Semuanya langsung menyadari maksud dari perintah Kagerou. Meskipun perintahnya adalah masing-masing bebas menghindar, mereka tidak menyebar berpencar sendiri-sendiri. Mereka perlu melakukan apapun agar dapat melarikan diri sambil mengecoh musuh. Mereka telah berlatih melakukan Manuver Z dan gerakan berpencar dengan sungguh-sungguh. Mereka melakukannya dengan sempurna, karena jika tidak, maka tidak akan ada gunanya. Gerakan-gerakan tersebut telah tertanam dalam diri mereka.

 Dengan berhati-hati, namun tanpa rasa takut, mereka semua melewati cipratan air yang tak terhitung jumlahnya di depan mereka.

 Kagerou kembali menengok ke belakang.

 Ia menggertakkan giginya. Sosok kapal tempur kelas Ru menjadi semakin besar. Jarak di antara mereka semakin mendekat. Wanita itu terus mengejar mereka tanpa memedulikan apapun yang mereka lakukan.

 Mereka sama sekali tidak dapat kabur darinya. Mereka tidak dapat meningkatkan kecepatan mereka bahkan jika mereka ingin melakukannya.

 Ada alasan dibalik semua itu, dan mereka sangat paham dengan kondisi tersebut. Mereka sedang menarik Akebono.

 Akebono dan Ushio yang menariknya mau tidak mau hanya dapat bergerak dengan lambat. Kagerou dan yang lainnya tidak dapat melaju dengan kecepatan penuh karena mereka harus menyesuaikan kecepatan mereka. Mereka tidak punya pilihan lain selain menghindari serangannya dengan melakukan gerakan manuver.

 Ia melirik ke arah Ushio dengan sekilas. Tetesan air bercucuran dari wajahnya. Bukan air laut, melainkan keringat. Gadis itu mengerahkan seluruh tenaganya untuk menarik Akebono.

 Akebono yang sedang ditarik berteriak.

“…Tinggalkan saja aku!” Ia berkata sembari memberontakkan tubuhnya. “Lepaskan aku! Kalian bisa melarikan diri sendiri 'kan?!”

 Ushio berkata pada Kagerou, mengabaikan Akebono di belakangnya, “Rongsok besinya bisa berbicara, apa yang sebaiknya kita lakukan?”

“Aneh juga, ayo kita pertontonkan di Distrik Yoko.”

 Ushio menggenggam lengan Akebono dengan erat. Akebono menjerit, “Cukup, tinggalkanlah saja aku! Kalau tanpa aku, kalian pasti bisa kabur 'kan?! Kalian 'kan kapal perusak!”

 Semuanya menghiraukan kata-kata Akebono. Mereka memfokuskan diri melakukan manuver mengelak.

 Bahu sang kapal tempur kelas Ru berkilat.

 Tembakannya mendarat sangat dekat hingga membuat Kagerou hampir terjungkal. Bidikan musuh semakin tepat, namun bukan hanya itu. Jeda antara tembakan dan ledakannya semakin singkat. Jarak di antara mereka semakin mendekat dengan cepat.

 Nagatsuki mengarahkan pandangannya ke arahnya. Ia seakan bertanya, ‘Kalau begini terus, cepat atau lambat kita akan tertangkap, apa harus kita lakukan?’

 Kagerou harus menentukan sebuah keputusan.

 Bidang pandangnya menyempit dan kepalanya mendidih mencari akal. Beberapa ide datang dan pergi dalam benaknya. Bagaimana kalau memasang tabir asap? Tidak, tidak ada gunanya karena musuh memiliki radar. Bagaimana jika kita memencar? Dengan jumlah musuh semacam itu, kita hanya akan dihabisi satu per satu. Menyerah? Aku tidak pernah mendengar mereka membiarkan siapa pun selamat.

 Seharusnya ada sesuatu yang dapat kita lakukan. Solusi yang lebih baik.

 Sesuatu yang dapat dilakukan oleh kapal perusak dengan baik.

“—Kalau begitu!” Lalu, ia melanjutkan, “Bersiap untuk bertempur!”

 Semuanya terkejut. Di antara mereka, Akebono merupakan yang paling terkejut.

“Haa?! Apa yang kau pikirkan!?"

 Kagerou berpura-pura tidak mendengarkan Akebono dan memberikan mereka instruksi.

“Kita akan menahan Armada Laut Dalam di sini! Kita akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Akebono tadi. Sekarang adalah giliran kita.”

“Apa kau serius?!”

 Tidak perlu ditanyakan lagi. Kagerou sangatlah serius.

 Ia benar-benar berniat untuk melawan Armada Laut Dalam dan menahan mereka di tempat itu.

 Akebono bisa melakukannya, jadi kita juga harus bisa. Aku tidak boleh menunjukkan penampilan yang buruk di depan temanku yang telah bertarung dengan sekuat tenaga.

 Lawan Armada Laut Dalam, lalu antar Akebono yang rusak parah kembali ke Yokosuka.

 Kapal perusak mungkin terlihat kecil, tapi mereka sangatlah memedulikan teman mereka lebih dari apapun. Jika seseorang membutuhkan bantuan, mereka akan menghadapi badai peluru yang berjatuhan, jika seseorang rusak parah, mereka akan membawanya pulang tanpa terkecuali. Mereka akan melawan apapun yang menyakiti teman mereka tanpa pandang bulu, dan mereka tidak akan pernah meninggalkan teman mereka sendiri, tak peduli seberapa sulit penyelamatannya. Begitulah ajaran yang diberikan pada Kagerou, dan ia memercayainya dari lubuk hatinya yang terdalam.

 Ia akan melakukannya tak peduli seberapa tidak masuk akal dan gegabah keputusannya. Ia bersedia melakukannya bahkan jika itu artinya ia akan melukai dirinya sendiri.

 Jika ia ditanya mengapa ia sampai sejauh itu mau melakukannya, ia hanya akan memberikan jawaban satu-satunya.

 Karena kita adalah gadis kapal.

 Karena kita adalah gadis kapal perusak yang penuh kebanggaan!

 Kagerou berkata, “Kita akan membantu Ushio dan Akebono untuk mengevakuasi diri dari tempat ini. Nagatsuki, Satsuki, Arare, nyawa kalian sekarang ada di tanganku!”

“Dimengerti.” Nagatsuki yang menjawab pertama. “Suatu kehormatan besar dapat bertempur untuk kapal pendamping.”[15]

 Kemudian Satsuki, “Baiklah! Kita akhirnya bisa berlagak keren ya?”

 Lalu Arare, seperti biasa, mengangguk dan hanya mengatakan seperlunya.

“…Baik.”

 Ekspresi Kagerou menjadi berseri-seri mendengar jawaban masing-masing.

“Terima kasih, semuanya.”

 Kemudian ia memerintahkan Ushio, “Ushio, bawa Akebono kembali ke Distrik Yoko. Tempatkan dia di galangan terlebih dulu, lalu beri dia makanan yang enak. Kamu harus melakukan seluruh perintahku, oke?”

“Baik.”

 Tidak ada tanda-tanda sifat penakut yang biasa dimiliki Ushio. Kagerou merasa yakin, ‘Bersama gadis ini, semuanya pasti aman.’

“Tunggu! Aku juga mau bertempur! Ushio, lepaskan tanganku!”

 Akebono berteriak, masih ditarik oleh Ushio. Ushio menegurnya, “Tidak boleh. Akebono-chan dan aku akan melarikan diri.”

“Nggak mau! Aku juga mau bertempur!”

“Apa kamu tidak dengar apa yang aku katakan?!”

“Nggak! Biarkan aku bertempur! Aku masih bisa bertarung! Biarkan aku bertempur dengan mereka!”

“Memangnya kamu bisa apa dengan kondisi seperti itu?!”

“Cukup biarkan aku bertempur dengan mereka! Kagerou dan yang lain bisa mati tau?! Aku tidak mau semuanya mati! Aku tidak mau semuanya pergi meninggalkanku!”

“Aku tidak akan membiarkanmu!”

“Dasar Ushio idiot! Semuanya idiot! Aaaah!”

 Ushio menggenggam tangan Akebono yang tengah terisak-isak dengan erat dan menariknya.

 Kagerou memastikan keduanya pergi, merekam pemandangan tersebut dalam ingatannya. Wahai Watatsumi yang agung, dewa-dewa agung Sumiyoshi, Poseidon, dan para dewa-dewa laut yang telah terlupakan, tolong jagalah mereka berdua sepanjang jalan sampai Yokosuka. Salah satunya adalah gadis malu-malu yang penakut, dan satunya lagi gadis dengan mulut kasar, tapi mereka berdua adalah gadis yang sangat, sangat baik.

 Lalu, ia berteriak, “Putar balik!”

 Ia mengirimkan sinyal Z-Sei (belok seratus delapan puluh derajat ke kiri serentak.) Berputar balik, para gadis kapal itu berhadapan dengan pasukan Armada Laut Dalam.

 Sang kapal tempur kelas Ru sedang memelototi mereka. Dia pasti merasa tersinggung karena kapal perusak dengan beraninya mencoba mendekatinya. Kapal perusak diolok-olok dengan sebutan botol kalengan karena pelindung mereka yang lemah. Sebuah kapal tempur sungguhan tidak akan perlu menggunakan persenjataan utamanya untuk mengusir segerombolan kapal perusak, sebagai gantinya, persenjataan sekunder sudah lebih dari cukup. Namun kali ini, sang kapal tempur mengarahkan persenjataan utamanya ke arah mereka, entah karena rasa hormat, atau karena ia ingin menghabisi mereka dengan kekuatan dahsyatnya.

 Tekanan dan suasananya begitu luar biasa.

 Hal itu membuat bulu kuduk mereka berdiri. Akebono benar-benar melawan monster semacam ini.

 Kagerou melawan rasa takutnya dan mengunci rasa takut itu di dalam hatinya. Mereka akan kutenggelamkan, tidak peduli apa yang harus kulakukan.

“Tingkatkan kecepatan, kekuatan penuh! Kita tidak boleh membiarkan satu pun lolos!”

 Jika mereka terus melaju seperti itu, mereka akan bertabrakan satu sama lain dengan musuh. Musuhnya memang sangatlah banyak, tapi siapa yang peduli? Tugas kapal perusak adalah mencurahkan semua yang mereka miliki. Dan menjadi seorang gadis kapal hanyalah tentang itu.

“Jarak jangkauan torpedo tercapai!” Satsuki berteriak, namun Kagerou menggelengkan kepala.

“Masih belum! Ayo lebih dekat jadi kita bisa memastikan agar mereka kena!”

 Cipratan air mengelilingi mereka. Kagerou melaju sembari menghindarinya.

 Cipratan airnya menghilang. Dibaliknya, para monster laut berada, pasukan besar Armada Laut Dalam.

“Semua kapal, bidik dengan baik!”

 Ia menunggu hingga saat terakhir, kemudian berteriak, “—Tembak!!”

 Torpedo diluncurkan, melepaskan udara yang terkompres di saat yang sama. Torpedonya mengatur kedalamannya sendiri setelah menyelam, kemudian melaju dengan ganas.

 Torpedonya diluncurkan dengan menyebar seperti bentuk kipas. Hulu ledaknya dapat menghancurkan apapun dalam sekali serang. Masing-masing torpedo memiliki kekuatan yang cukup untuk membelah Armada Laut Dalam apapun menjadi dua dan menenggelamkan mereka seketika.

 Tiba-tiba, Armada Laut Dalamnya melakukan gerakan yang tak menentu.

 Mereka menembakkan peluru di depan mereka. Permukaan airnya menjadi kacau.

 Torpedonya meledak, dan sejumlah cipratan air menjulang.

“Tepat sasaran, hore!” Satsuki bersorak.

 Namun, Kagerou menatap penuh perhatian ke depan. However, Kagerou was staring intently ahead. Aneh, mereka tadi melakukan sesuatu.

 Cipratan airnya mereda.

 Di sana, sosok kapal tempur kelas Ru berdiri tanpa luka.

 Tidak hanya itu. Bahkan kapal penjelajah ringan dan kapal penjelajah torpedonya tidak tergores sedikit pun. Mereka bergerak mendekati Kagerou dan yang lain, seakan-akan mengejek.

“—Pengaktif ledakannya terlalu sensitif…!”

 Kagerou menggertakkan giginya. Torpedonya terkena ombak yang ganas karena bergerak di bawah permukaan air laut sehingga menyebabkan pengaktif ledakannya salah mengiranya sebagai benturan terhadap targetnya lalu meledak. Cipratan-cipratan air sebelumnya menjulang di depan musuh.

 Sang kapal tempur kelas Ru rasanya seperti tertawa. Wanita itu mengetahui kelemahan dari torpedo. Dia juga tahu kalau kapal perusak tanpa torpedo tidaklah berdaya. Dia mengarahkan setiap laras meriamnya kepada mereka, berniat untuk meledakkan mereka berkeping-keping.

 Lalu, cipratan air bermunculan terus-menerus.

“—!”

 Arare mengeluarkan teriakan yang tak terdengar. Ia hampir terjungkir terkena ledakan near miss.

 Serangan Armada Laut Dalam berlanjut tanpa henti. Semakin terluka targetnya, semakin terpusat serangannya. Saat kamu berpikir kalau kamu bisa selamat asalkan kamu bisa menghindari serangan selanjutnya, saat itu pula kamu pasti akan terkena serangannya. Oleh karena itu, gadis kapal yang menyadari hal tersebut tidak akan terlalu jauh mengejar Armada Laut Dalam. Mereka akan memilih untuk mundur ketika mereka menyadari tanda-tandanya sebelum terlambat.

 Namun, Kagerou dan yang lain tidak dapat memilih untuk mundur. Mereka harus membiarkan Akebono dan Ushio untuk kabur dengan cara apapun. Mereka harus melawan musuh sebanyak itu hingga titik darah penghabisan.

 Kagerou dan yang lain adalah kapal perusak. Jika mereka terkena serangan dua kali, mereka akan langsung menuju dasar lautan. Mereka memiliki daya angkut yang terbatas, jadi mereka tidak dibekali dengan peralatan yang rumit seperti sistem perbaikan darurat. Sebagai gantinya, mereka membawa torpedo.

 Mereka telah menembakkan torpedo mereka beberapa saat yang lalu. Namun sekarang, Armada Laut Dalam akan memperlihatkan taring mereka.

 Sang kapal tempur kelas Ru meraung. Raungan itu adalah teriakan perang yang menandakan keyakinannya terhadap kemenangan.

 Kagerou merasakan firasat kematian mendekat dengan cepat.

“Gh—!”

 Ia menggertakkan giginya.

 Di saat itu juga.

 Kagerou mendengarnya.

 Tidak hanya dia. Nagatsuki, Satsuki, Arare, dan bahkan mungkin Armada Laut Dalam juga, mereka pasti mendengarnya.

 Sebuah suara keras yang tajam. Suara riang dan ceria yang menerbangkan awan-awan di langit.

 Panpakapa~n.





Catatan penerjemah:

[1]: ‘Gadis yang tidak bisa diapa-apain lagi.’ Udah nggak bisa disembuhin/nggak ketolong lagi sifatnya.

[2]: Seperti ‘Ya’ namun digunakan terhadap teman.

[3]: ‘Yatta,’ sorakan gembira ketika berhasil melakukan sesuatu. Biasanya diterjemahkan ‘Hore!’ Tapi tidak terlalu cocok untuk Akebono.

[4]: Shiranami atau Whitecaps yaitu ketika ombak pecah dan menjadi berwarna putih karena ada udara yang terperangkap di dalamnya (seperti soda.)

[5]: Kanjinya tertulis ‘lapisan pelindung’ sedangkan cara bacanya adalah ‘bidang’ atau ‘barrier.’

[6]: Referensi terhadap kalimat yang diucapkan Akebono di dalam game ketika rusak berat.

[7]: Damage Control

[8]: Muroran adalah sebuah kota dan pelabuhan yang ada di Subprefektur Iburi, Hokkaido, Jepang. Kota itu adalah ibukota dari Subprefektur Iburi. Juga dikenal sebagai ‘Kota Besi’ sejak 1909. Informasi lebih lanjut silahkan cek di sini.

[9]: Sinyal hitam dan merah digunakan untuk menyesuaikan kecepatan rotasi mesin. Hitam untuk meningkatkan, merah untuk mengurangi.

[10]: Istana Naga adalah istana bawah laut milik Ryūjin atau dewa naga dalam tradisi Jepang. Biasanya dikenal dari dongeng Urashima Tarō yang diundang setelah menyelamatkan penyu dan dijamu oleh tuan putri dewa naga, Oto-hime.

[11]: 煙幕発生缶, jika diterjemahkan menjadi ‘Ketel uap penghasil tabir asap.’

[12]: Bracketing adalah istilah militer untuk sebuah metode menembak untuk mencari tahu jarak musuh dengan cara menembak ke arah target dengan dua tembakan, satu lebih dekat dan satu lebih jauh, lalu menyesuaikan jarak di antara keduanya.

[13]: 電探射撃, secara harfiah artinya ‘Menembak dengan radar’ namun mengacu pada mekanisme menembak dengan menggunakan Fire-Control System.

[14]: Dahulu kapal berkomunikasi dengan cara menyorotkan lampu sinyal dengan kode morse jika tidak memiliki radio atau ingin menghindari agar pesannya tidak tercegat/terbaca oleh musuh.

[15]: Kapal pendamping atau Consort ship adalah sebutan bagi kapal yang berlayar mendampingi satu sama lain, biasanya kapal pengawal atau kapal tender. Armada kapal kecil biasanya dideskripsikan dengan berlayar dengan ‘saling mendampingi’ satu sama lain, salah satu kapalnya mengikuti atau mengawal kapal lain yang ia dampingi.

No comments:

Post a Comment