Kagerou, Batsubyoushimasu! Jilid 1 Bab 5 Bagian 3 Bahasa Indonesia

Bab 5: Kayu


Bagian 3


 Berlari sendirian di atas permukaan laut membuatnya menyadari bagaimana rasanya kesepian. Di lautan yang sangat luas ini, tidak ada seorang pun yang dapat membantunya.

 Akebono melaju dengan kecepatan penuh.

 Mungkin, mungkin saja, seseorang akan datang. Adakah seseorang yang ingin bertarung bersamaku? Ia sedikit berharap demikian. Namun, ketika ia menengok ke belakang, tidak ada seorang pun di belakangnya.

 Mau bagaimana lagi. Tentu saja tidak akan ada yang datang, mengingat bahwa hal yang ia lakukan hanyalah melemparkan hinaan dan melakukan hal-hal yang membuat orang lain kesal. Bahkan Akebono sendiri pun tidak pernah berpikir bahwa ia akan disukai dengan mengolok-olok orang lain.

 Mereka akan melanggar perintah yang diberikan jika mereka mengikutinya. Lagipula, gadis kapal mana pun juga akan menolak jika mereka nantinya akan dijadikan tahanan rumah bersama orang menyebalkan sepertinya.

 Ia menyingkirkan rasa kepeduliannya yang masih tersisa. Ia berhenti memikirkan tentang Divisi Perusak ke-14. Saat ini, ia hanya berlari di atas laut, seakan-akan terdorong oleh masa lalunya. 

 Tanpa ia sadari, ia telah melewati kompasnya.[1] Ketika ia melihat ke depan, ia dapat melihat sebuah bayangan kapal.

 Tidak hanya satu, namun banyak. Tidak salah lagi, itu merupakan sebuah konvoi. Mereka tidak memiliki pengawal, namun entah bagaimana formasinya masih bertahan.

“Hei!”

 Akebono melambai-lambaikan kedua tangannya agar mereka dapat menyadari keberadaannya. Karena hal tersebut masih tidak cukup, ia menembak ke atas dan mengeluarkan kepulan asap hitam yang digunakan untuk memasang tabir asap.

 Kapal kargo yang memimpin di depan menyadari keberadaannya. Seseorang yang sepertinya merupakan kapten kapal muncul di dek kapal.

“Kamu…gadis kapal kah?!”

“Aku kapal perusak!”

 Akebono balas berteriak.

“Apa kalian tidak apa-apa?!”

“Kapal yang paling belakang sudah tertangkap! Mereka masih mengejar kami!”

 Kaptennya melihat ke belakang dengan ketakutan.

“Mereka banyak sekali! Kalau begini terus…”

“Jangan khawatir! Aku akan mengusir mereka!”

“Mengusir mereka sendirian?!”

“Aku akan mengurus sisanya! Tetaplah lari dengan kecepatan penuh untuk mengevakuasi diri ke Yokosuka! Sekarang pergilah, cepat!”

 Ia tidak memberikan jawaban terhadap pertanyaan sang kapten, namun mendesaknya untuk pergi.

 Rombongan kapal tersebut lanjut melarikan diri. Ia merasa lega untuk sementara, kemudian bergerak menuju ke arah dari mana konvoi kapal itu datang.

 Semakin ia melaju, semakin kencang anginnya. Anginnya mengenai pipi Akebono dengan sensasi yang menusuk.

 Perasaan menggigil menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia memiliki firasat bahwa sesuatu yang misterius sedang mendekat. 

 Itu dia.

 Begitu ia menyadari bayangan tersebut, ia menurunkan postur tubuhnya dengan sekejap. Itu untuk mencegah agar ia tidak terdeteksi oleh musuh, walaupun ia tidak tahu seberapa efektif hal itu. Ia memang tipe orang yang tetap akan melakukannya entah ia mengetahuinya atau tidak.

 Bayangan raksasa sedang mendekat.

 Lautnya terlihat seakan-akan hanya dipenuhi oleh, kapal, kapal, dan kapal. Bukan, bukan kapal, melainkan sesuatu yang mirip kapal. Wujud mengerikan yang bukan merupakan makhluk hidup maupun kapal perang, para Armada Laut Dalam. 

 Armada Laut Dalam memiliki mata yang besar, menyala biru, dan berkilauan mencari mangsa. Sekawanan perusak kelas Ro yang memimpin di depan berkobar-kobar heboh setelah menemukan konvoinya. Mereka mengamuk karena kapal kargonya melarikan diri. Mana mangsanya? Mana? Apa tidak ada mangsa yang bisa dicabik-cabik untuk dimakan?

 Ombaknya menerjang layaknya senjata yang mematikan sementara angin lautnya menusuk layaknya pedang. Lautnya seakan-akan berubah menjadi wilayah yang dikuasai oleh musuh. Ia merasa dapat memahami mengapa mereka dapat menguasai lautan dari sensasi yang ia rasakan di kulitnya.

 Akebono menggelengkan kepalanya. Tidak, tidak, tenanglah, itu semua cuma kapal perusak. Gadis kapal lebih kuat dari musuh semacam kelas Ro, terbukti dari statistik. Para senior menumpahkan darah mereka untuk mengumpulkan data tersebut. Jadi aku tidak perlu takut, seperti yang mereka bilang. Kalau satu lawan satu, aku akan lebih unggul.

 Tapi, makhluk apa itu? Makhluk yang di seberang kelas Ro, bagian tubuh atasnya seperti hewan buas. Aku ingat pernah melilhatnya sekali di buku Daftar Identifikasi Armada Laut Dalam. Kalau tidak salah, itu penjelajah ringan kelas He. Hewan buas laut yang lebih ganas daripada kapal perusaknya. Apalagi… Apalagi, bukan hanya itu.

 Makhluk yang berbeda itu memiliki lengan-lengan yang tumbuh dari tubuh bagian atasnya. Bahkan ada jarinya. Bagian mukanya tertutup dan terplester putih, dan aku tidak tahu apakah mereka mempunyai mata, hidung, atau bahkan mulut. Mereka monster, aku bahkan tidak yakin apa mereka bisa melihat apa yang ada di depan mereka. Apa mereka penjelajah torpedo kelas Chi? Mereka dengan konyolnya membawa torpedo yang tidak masuk akal kekuatannya yang dapat menyerang apa pun, para wabah kematian. Bahkan gadis kapal yang bertugas mengajar terus menerus memperingkatkan untuk tidak ceroboh kalau sampai bertemu dengan mereka.

 Lalu, ah, mahkluk macam apa itu di paling belakang?

 Berdiri dengan dua kaki. Rambutnya hitam dan panjang. Anggota badannya lentur. Meriam panjang dan raksasa yang tidak dapat dipercaya tumbuh dari kedua bahunya mengarah ke langit. Kedua lengannya dilengkapi dengan perisai raksasa, dengan jumlah laras meriam yang mengherankan mencuat dari perisainya. Lalu kedua mata birunya yang dengan mudah mengintimidasi sekitarnya.

 Bukan kelas non-humanoid maupun kelas setengah-humanoid. Tidak salah lagi, kelas humanoid penuh.

 Kapal tempur kelas Ru.

 Akebono menjadi pucat. Semakin mirip penampilan Armada Laut Dalam dengan manusia, semakin kuat mereka. Kelas Ru sangatlah kuat hingga para gadis kapal di seberang lautan memberinya nama ‘Si Tukang Jagal.’ Gadis kapal yang tenggelam terkena serangannya sangatlah banyak sehingga memikirkan jumlahnya merupakan hal yang sia-sia.



 Ia tidak dapat mempercayai bahwa makhluk semacam itu sampai muncul di sini. Kalau ada yang mengatakan pada Akebono bahwa sebenarnya area laut ini merupakan pintu masuk ke neraka, ia akan langsung mempercayainya.

 Masih merendahkan postur tubuhnya, Akebono bergerak menyingkir dari haluan Armada Laut Dalam. Tanpa menarik perhatian, ia berputar mengelilingi sisi samping mereka.

 Armada Laut Dalamnya tidak menyadari keberadaan Akebono. Mereka sedang mengejar kapal kargonya. Mereka tidak akan membiarkan mangsa yang mereka temukan dengan susah payah pergi begitu saja hanya dengan penuh senyuman. Mereka akan mengejarnya dengan sekuat tenaga mereka.

 Ombak putihnya bergerak menjauh.

(M-mungkin aku sebaiknya melarikan diri…selagi masih sempat...)

 Seperti itulah pikir Akebono. Melawan Armada Laut Dalam sebanyak itu hanyalah merupakan hal yang bodoh. Mengirimkan radio untuk meminta bantuan juga hanya akan menarik perhatian mereka. Jadi, ia memanfaatkan kecepatan gerakan kapal perusak untuk menjauh dari mereka dengan diam-diam dan tanpa mengeluarkan suara.

 Ia melihat ke arah tujuan Armada Laut Dalam. Kapal-kapal kargo yang melarikan diri sebelumnya seharusnya ada di arah yang mereka tuju. Apa mereka bisa mengejar konvoinya? Tentu saja mereka bisa. Kapal kargo tidak memiliki kecepatan kapal perusak, jad konvoinya akan tertangkap oleh Armada Laut Dalam dalam waktu yang singkat.

“Apa yang harus aku lakukan…”

 Sebuah ingatan dari masa lalu yang jauh muncul kembali. Kilasan balik pemandangan itu muncul secara tidak menentu ketika larut malam dalam tidurnya, ketika makan di Ruang Makan Perwira Pertama, dan bahkan ketika ia bersama konsultannya. Laut, laut yang hitam. Kapal transportasi yang meledak. Permukaan laut yang tercampur kental dengan minyak. Api yang membara menyala-nyala. Suara retakan lunas kapal yang hancur hanyalah merupakan teriakan yang dihasilkan kapal-kapal yang tenggelam. Lalu raungan Armada Laut Dalam yang menggema dari segala arah. Bahkan warna dan bau di pemandangan tersebut dapat ia rasakan di dalam pikirannya.

 *Kertakkertakkertak* Giginya bergemeretak. Ia gemetaran. Seluruh tubuhnya dikuasai oleh rasa takut, dan tubuhnya menjadi menggigil. Aku takut, aku takut, aku takut. Kesombongan dan lidah tajamnya yang biasa ia tunjukkan perlahan menghilang. 

 Akebono mati-matian berusaha berpikir dengan sedikit kesadaran akalnya yang masih tersisa. Aku harus melakukan apa? Apa yang sebaiknya aku lakukan? Untuk apa, dan bagaimana aku melakukannya? Apa aku memang sebaiknya kabur saja? Mereka gerombolan monster yang tidak dapat dilawan sendirian. Memangnya siapa yang akan mengecamku kalau aku lebih mementingkan keselamatan diriku sendiri? Meskipun itu artinya membiarkan konvoinya sendiri?

 Tidak.

 Tidak.

 Aku benci itu. 

 Jadi Akebono berpikir. Ia mengkritik dirinya sendiri. Aku akan mengecam diriku sendiri. Aku akan menghabiskan seluruh sisa hidupku dengan bodoh jika aku sebagai seorang gadis kapal membiarkan konvoi yang susah payah kabur hancur begitu saja tanpa membantu mereka. Yah, tugasku yang sebenarnya hanyalah seorang pengiring[2] kapal tempur dan kapal penjelajah, tapi bukan berarti aku tidak dapat melakukan misi pengawalan konvoi. Membiarkan dan meninggalkan yang lemah adalah sebuah aib seumur hidup. Itu akan mempermalukan nama kapal perusak kelas Ayanami.  

 Ingatan yang samar-samar muncul dalam benaknya. Sebuah kapal yang memiliki nama ini[3] berkali-kali gagal dalam misi pengawalan. Segala hal yang seharusnya ia lindungi tenggelam, dan bahkan situasinya menjadi sangat sulit hingga ia harus menenggelamkan rekannya sendiri dengan torpedo.[4]

 Ingatan-ingatan dari masa lalu yang jauh, kumpulan ingatan yang seharusnya tersegel.

 Aku benci itu semua. Cukup, aku benci semuanya. Aku sangat, sangat membencinya.

 Aku akan melindungi semuanya dengan cara apapun.

 Akebono menggertakkan giginya. Ia melotot tajam ke depan.

“Hei, sini!”

 Suara yang ia keluarkan sangatlah keras.

 Ia melambaikan kedua tangannya untuk menarik perhatian mereka.

“Hei bodoh! Aku akan menjadi musuh kalian! Jadi berterima kasihlah padaku!”

 Tatap.

 Sepasang bola mata menatapnya.

 Musuh yang pertama kali menyadari keberadaannya adalah monster wanita itu, sang kapal tempur kelas Ru. Kedua mata birunya yang menyeramkan itu melihat ke arah Akebono.

 Kapal tempur kelas Ru tersebut berbalik badan dan melebarkan tangannya, kemudian membuka mulutnya ke arah langit.

 G̵̤͆̓̏̚r̵͇̱̈͐̓ô̷̥͝ô̶̙͔͑͝á̶̬̒̌à̸̡̜̘̭̙̺̏͐͝.

 Raungan menggelegar yang dapat dirasakan di dalam tubuh tersebut bergema di atas lautan. Makhluk itu mengaum. Itu merupakan teriakan perang Armada Laut Dalam yang dikeluarkan ketika menemukan mangsa. Sebuah pertanda kematian, untuk menakuti musuh dan memberitahu kawanannya ‘Mangsanya di sini!’

 Seluruh Armada Laut Dalam meresponnya. Banyak mata berbalik arah memandanginya secara serentak. Pancaran biru tersebut menembus udara. Kilauan kematian menghujani gadis kapal yang kecil itu.

 Namun Akebono tidak ketakutan. Ia telah bertekad dari lubuk hatinya yang paling dalam. 

 Aku sudah memutuskan ini, jadi aku tidak takut.

 Mengarahkan laras meriam kecilnya ke depan, ia melaju, ombak putih yang ia tinggalkan membesar. 

“Mulai saat ini kapal ini akan melakukan serangan terhadap Armada Laut Dalam, menggagalkan tujuan mereka dan memberikan bantuan agar konvoinya dapat mengevakuasi diri! Pertempuran permukaan!”[5]

 Ia menghirup napas panjang, kemudian berteriak dengan keras. 

“Lakukan!!”[6] 

 Gadis itu pergi menghadapi gerombolan Armada Laut Dalam, hanya dilengkapi dengan sebuah meriam dua laras 12.7 cm dan sebuah[7] peluncur torpedo tiga tabung.





Note :

 [1] : Artinya dia berhasil melewati rute atau jalur yang benar.

 [2] : Tsuyuharai (terjemahan harfiah: “penyapu embun”) adalah salah satu dari dua pegulat sumo yang mengiringi dan menemani seorang yokozuna (pegulat sumo dengan tingkat tertinggi) ketika ia melakukan dohyo-iri atau upacara memasuki arena. Pengiring yang satunya disebut tachimochi (terjemahan harfiah: “pembawa pedang.”) Keduanya harus memiliki tingkat makuuchi (divisi tertinggi dari enam divisi sumo.) Ketika upacaranya berlangsung, sang tsuyuharai akan mendahului yokozuna masuk ke dalam arena. Biasanya tsuyuharai akan mengikuti gyoji (wasit) yang memimpin tiga rikishi (pegulat) menuju dohyo (arena.) Begitu yokozuna melakukan upacaranya, tsuyuharai akan duduk jongkok di samping kirinya. Setelah yokozuna menyelesaikan tarian upacaranya, sang tsuyuharai akan sekali lagi mendahuluinya keluar dari dohyƍ.
 
Mudahnya, maksud Akebono adalah ia bertugas sebagai vanguard atau kapal baris depan yang menemani kapal tempur atau kapal penjelajah.

 [3] : Maksudnya adalah kapal perusak IJN Akebono yang sesungguhnya.

 [4] : Merujuk pada peristiwa yang terjadi di dunia nyata. Kapal perusak IJN Akebono beberapa kali ditugaskan sebagai kapal pengawal, namun selalu gagal dalam melindungi kapal yang dikawal. Kapal yang dimaksud adalah kapal induk IJN Shoukaku pada Pertempuran Laut Koral, sebuah konvoi kapal sekitar Januari 1944, kapal penjelajah berat IJN Mogami pada Pertempuran Teluk Leyte, yang mana Akebono diperintahkan untuk menenggelamkannya dengan torpedo, lalu kapal penjelajah berat IJN Nachi pada Pengeboman Udara Manila setelah Pertempuran Selat Surigao.

 [5] : Akebono melaporkan hal ini dengan menggunakan gaya bahasa militer yang mungkin merupakan cara yang biasa dilakukan oleh Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Mirip seperti cara gadis kapal melapor di dalam anime KanColle 1944: Itsuka Ano Umi de. 

 [6] : Kalimat yang dikatakan Akebono di dalam game ketika menyerang. Seharusnya terjemahannya seharusnya “Ayooo!” namun disesuaikan karena tidak cocok dengan kalimat sebelumnya.

 [7] : Mungkin pengarang novelnya salah menuliskannya, karena Akebono seharusnya memiliki dua peluncur torpedo tiga tabung yang terpasang di kakinya, sementara IJN Akebono yang sebenarnya dilengkapi dengan tiga peluncur torpedo tiga tabung.

No comments:

Post a Comment