Bab 4: Air
Beberapa hari kemudian, di dermaga yang biasanya.
“Hingga kemarin, banyak sekali hal yang telah kita lalui dalam latihan, tapi ayo lebih bersemangat lagi hari ini,” ucap Kagerou pada anggota grupnya yang berbaris di depannya.
Sepertinya, tidak ada seorangpun yang mendengarkannya dengan serius. Rasa semangat mereka sangat rendah.
Namun, Kagerou tidak menjadi putus asa.
“Kalian mungkin sedang berpikir bahwa latihannya akan membosankan seperti biasa, bukan? Tapi kali ini latihannya akan berbeda. Hari ini kita akan melakukan latihan tempur!”
Beberapa di antara mereka mengeluarkan suara terkejut.
Serangan meriam milik kapal perusak tidak bisa dibandingkan dengan serangan meriam milik kapal tempur dan kapal penjelajah, namun itu bukan berarti mereka dapat bermalas-malasan dengan latihan mereka. Ada banyak kasus di mana Armada Laut Dalam yang hampir kabur ditenggelamkan oleh serangan terakhir dari kapal perusak.
Meski daya hancurnya tidak begitu besar, meriam 12.7cm bukanlah sebuah dekorasi semata. Itulah mengapa Kagerou memutuskan untuk melatih kemampuan menembak mereka.
Ia meminjam model tiruan Armada Laut Dalam dari Departemen Amunisi dengan membujuk petugasnya. Personil yang bertugas mengeluhkan “Kami diminta untuk mengurangi penggunaanya karena akhir-akhir ini penggunaanya meningkat secara drastis,” namun ia membalasnya dengan “Tapi jika boneka Rensouhou-nya digunakan sebagai sasaran latihan, Shimakaze akan sangat sedih.”
Ia membawa model tiruan Armada Laut Dalam dan menempatkannya di dermaga. Ia terbiasa melakukan latihan semacam ini saat ia masih di Kure.
“Dengan kata lain, kali ini kita akan menggunakan amunisi sungguhan.”
Semuanya terlihat terkejut ketika mendengarnya.
“Bukankah itu berbahaya…?” tanya Ushio.
“Tentu saja, tapi kita semua pernah melakukan ekspedisi, bukan? Bukankah kita membawa amunisi sungguhan dalam ekspedisi tersebut?”
“Itu… yah…”
Setiap gadis kapal perusak pernah melaksanakan ekspedisi setidaknya sekali dalam seluruh hidupnya. Tentunya, mereka dipersenjatai dengan amunisi sungguhan untuk berjaga-jaga seandainya mereka bertemu dengan Armada Laut Dalam, jadi bukan berarti mereka tidak memiliki pengalaman tempur sungguhan. Hanya saja, kesempatan mereka untuk mengikuti pertempuran laut dengan skala penuh sangatlah sedikit, jadi mereka hampir tidak pernah menembakkan meriam mereka. Alasan mengapa Atago mengusulkan untuk melakukan latihan spesial untuk para kapal perusak mungkin karena ia khawatir dengan kurangnya pengalaman mereka dalam hal tersebut.
“Lagipula, kita dapat meningkatkan kemampuan kita dengan mensimulasikan situasi pertempuran yang sebenarnya,” kata Kagerou.
Penggunaan amunisi sungguhan akan meningkatkan rasa ketegangan dan tingkat berkonsentrasi mereka. Ia menganggap bahwa ini merupakan cara tepat untuk mendapatkan pengalaman sebelum melakukan latihan spesialnya.
Ushio masih terlihat cemas.
“Apakah kamu sudah mendapatkan izin untuk menggunakannya…?”
“Sudah kok, jangan khawatir.”
Kagerou menepukkan dada dengan tangannya.
“Aku juga pernah melakukannya di Kure dulu. Kamu hanya perlu bersantai dan menyerahkan semuanya saja padaku. Latihan dengan amunisi sungguhan sebenarnya biasa-biasa saja kok. Aku yakin kamu dapat melakukannya dengan mudah setelah kamu mencobanya.”
“Wah, percaya diri sekali, ya.”
Kagerou mengeluarkan jeritan aneh “Hih?!” kemudian berbalik badan.
Atago berada di belakangnya..
“Apakah Atago-san akan menonton latihan kami lagi?”
“Kamu telah mengajukan izin untuk menggunakan amunisi sungguhan, bukan? Kalau begitu harus ada kapal penjelajah berat atau yang lebih besar yang mengawasi. Karena itu aku datang ke sini.”
“Jangan-jangan, jadi kapal sekretaris itu penuh waktu senggang ya…?”
“Laksamana sedang dimarahi karena mencoba untuk menyentuh dada Tatsuta-san, jadi tidak masalah. Dan juga, aku mengajak beberapa orang lain.”
Ia menunjuk ke arah kanannya. Kagerou yang mengarahkan pandangannya ke arah yang ditunjuk pun tersentak secara refleks.
Ada wanita-wanita yang mengenakan seragam seperti pakaian gadis kuil. Apalagi jumlahnya ada empat. Figur yang membawa turret meriam raksasa tersebut tidak salah lagi merupakan kapal tempur. Belum lagi, mereka merupakan empat bersaudari dari kelas Kongou.
Wanita terdepan melambaikan tangannya.
“Hai~, latihan kalian akan ku tonton dengan seksamaa, okee?”
Dengan cara bicara yang khas, Kongou.
“Jangan menunjukkan hal yang memalukan di hadapan Mbakyu, dengar?”
Mengkhawatirkan saudarinya dengan sepenuh hati, Hiei.
“Tolong jangan bertindak gegabah hingga melukai diri kalian sendiri.”
Mengingatkan mereka untuk berhati-hati, Haruna.
“Aku mengharapkan sesi latihan yang baik dari kalian.”
Dengan santai memberikan tekanan terbesar, Kirishima.
Kagerou merasa ingin pingsan untuk sesaat ketika ia melihat kemunculan kapal tempur cepat yang sangat terkenal tersebut
Kapal tempur merupakan pasukan andalan dalam peperangan melawan Armada Laut Dalam, mereka adalah dewi laut pelindung umat manusia. Lapisan baja mereka memberikan ketenangan pikiran yang tak terbatas terhadap rekan mereka, sementara meriam raksasa yang mereka bawa membuat musuh-musuh mereka dilanda ketakutan. Bersama para kapal induk, mereka merupakan orang-orang yang sangat penting dan tak tergantikan bagi distrik angkatan laut manapun.
Tentu saja, Kagerou pernah beberapa kali bertemu dengan kapal tempur sebelumnya. Ia memberi hormat setiap kali mereka lewat, dan terkadang ia juga meminta mereka untuk menceritakan kisah pertempuran mereka melawan Armada Laut Dalam. Namun, ia belum pernah melakukan latihan sambil ditonton oleh mereka.
Ia mengeluhkannya pada Atago.
“Kenapa orang-orang sepenting mereka ada di sini…?!”
Atago menyentuh pipinya.
“Hmm, karena aku mengajak mereka?”
“Menonton latihan kapal perusak tidak ada menarik-menariknya sama sekali, tau?!”
“Itu tidak benar. Semuanya sangat penasaran dengan bagaimana para gadis kapal perusak bertempur.”
Tapi 'kan kami hanya punya meriam 12.7cm, pikir Kagerou. Tidak seperti kapal tempur yang dilengkapi dengan ‘meriam raksasa’ sungguhan seperti meriam 41cm atau meriam 35.6cm, perlengkapan kapal perusak berukuran sangat kecil hingga akan terlihat sulit membedakan apakah meriamnya merupakan meriam utama ataukah hanya meriam sudut tinggi. Aku tidak bermaksud untuk merendahkan diri sendiri, tapi meriam kami sangatlah inferior dalam segala hal.
Namun, Atago terlihat seperti tidak mengkhawatirkan hal tersebut dan melambaikan tangannya dengan mengatakan “Berusahalah dengan baik!”
Kagerou dipenuhi oleh perasaan yang gelap, namun ia menggelengkan kepala untuk menyingkirkannya. Malahan, ia dapat menggunakan hal ini sebagai sebuah kesempatan. Jika mereka dapat membuat para kapal tempur bersaudari tersebut terkesan, kepopularitasan mereka di Yokosuka akan meningkat secara drastis. Mereka dapat mengejutkan divisi perusak lain jika mereka dibicarakan oleh kelas Kongou di sekitar distrik angkatan laut.
Lagipula, kapal perusak juga memiliki senjata mematikan yang sama efektifnya dengan meriam utama kapal tempur.
“B-b-b-b-baiklah, semuanya, kita tidak boleh menunjukkan sesuatu yang memalukan di hadapan para kapal tempur. T-t-t-t-tidak perlu panik, tetaplah tenang.”
“Bukankah yang paling panik di sini adalah Kagerou?”
Nagatsuki mengatakan kenyataaannya, jadi ia membalas “Berisik!” Ia dengan cepat mempersiapkan latihan tembakan sungguhan mereka.
“Aku akan menariknya.”
Kagerou berkata sembari menunjuk model tiruan Armada Laut Dalam.
“Tembak ketika aku memberikan aba-abanya, oke? Saat giliranku tiba, tolong gantikan aku menariknya.”
“Kalau begitu biar aku yang melakukannya lebih dulu.”
Nagatsuki melangkah ke depan, dan Kagerou mengangguk.
“Baiklah. Aku ke laut dulu…”
“Bukan itu maksudku, biarkan aku yang menarik sasarannya.”
“Eh? Kamu mau menariknya, Nagatsuki?”
“Ya.”
Ia sudah memegangi tali penariknya.
“Serahkan saja padaku.”
“Itu akan sangat membantu, tapi apa kamu yakin?”
“Tembak saja sesuka kalian.”
Sebelum Kagerou dapat mengatakan apapun, Nagatsuki telah meninggalkan dermaga.
Kagerou sedikit mengangkat bahunya melihat betapa cepat Nagatsuki melakukannya. Ia kembali tenang dan menyatakan pada anggota grupnya.
“Kalau begitu, aku duluan, oke?”
Ia turun dari dermaga untuk menuju ke laut. Ia dapat melihat Nagatsuki menarik sasarannya di kejauhan.
Agar aman, Nagatsuki dan sasarannya terpisahkan oleh jarak yang cukup jauh. Kagerou mulai membidik. Ia menghitung jaraknya dan menyesuaikan arahnya.
“Bersiap untuk pertempuran di depan. Sasarannya, Armada Laut Dalam. Mulai menembak!”
Meriam dua laras 12.7cm di bahunya menembakkan peluru. Cipratan air muncul di depan sasarannya. Ia menaikkan sudut tembakannya sedikit dan kembali menembak.
“Tembak!”
Kali ini, cipratan airnya muncul di belakang sasaran.
“Sasarannya terkurung!”[1]
Ia melaporkan dengan sedikit bangga. Suara terkesan “Wow,” muncul dari arah di mana para gadis kapal kelas Kongou menonton.
Mengurung maksudnya adalah menyelipkan dua tembakan di antara sasarannya. Sisanya tinggal menyesuaikan sudut tembakan di antara depan dan belakangnya, sehingga peluang untuk mengenai sasarannya akan meningkat secara drastis.
Kagerou melanjutkan menembak, dan mengenai sasaran setelah beberapa saat.
Ia kembali menuju dermaga setelah menembakkan jumlah peluru yang telah ditentukan. Nagatsuki juga kembali sembari menarik sasarannya.
Separuh dari model tiruan Armada Laut Dalamnya penuh lubang.
“Lumayan juga.”
Kagerou memeriksanya sendiri dan merasa puas untuk sementara. Ia melirik ke samping ke arah Atago dan yang lain dan melihat bahwa mereka masih tersenyum seperti biasa, ia tidak tahu apa yang sedang mereka pikirkan.
“Baiklah, ayo lanjutkan. Ini kesempatan untuk membuat mereka terkesan!”
Ia berkata untuk menyemangati, kemudian Satsuki melangkah maju.
“Pertempuranku akan dimulai sekarang!”[2]
Peluru 12.7cm[3] berterbangan bersamaan dengan kalimat penuh semangat tersebut.
Satsuki terus menembak dengan antusias. Model tiruan Armada Laut Dalamnya dikelilingi oleh cipratan air. Rasanya seperti melihat air mancur yang rusak.
Sebelum Kagerou dapat mengatakan sesuatu, Satsuki kehabisan peluru dan menghentikan serangannya.
Model tiruannya diambil kembali, kemudian Kagerou memeriksanya.
“Jumlah kenanya… cuma satu?”
Kagerou tidak dapat mempercayai apa yang ia lihat.
“Hei Satsuki! Kamu cuma mengenainya sekali!”
Gadis yang bersangkutan terlihat terkejut namun dalam perasaan senang.
“Wow, ada yang kena? Aku kayaknya jadi semakin hebat nih.”
“Apa maksudnya itu?!”
“Sebelumnya, aku tidak pernah mengenai sasaran sama sekali, lho. Kena sekali saja sangat menakjubkan buatku. Mungkin ini karena kedatangan Kagerou di sini.”
“Tapi kamu menembakkan seluruh pelurumu, tau? Kalau musuhnya menyerang balik, tamat sudah riwayatmu. Kamu harus lebih memperhatikan sisa amunisimu.”
Kemudian ia berbalik ke arah Kongou bersaudari dan tersenyum dengan dipaksakan.
“Emm, yang barusan hanyalah hiburan kecil. Setelah ini akan ada yang lebih baik lagi.”
Selanjutnya adalah Ushio.
“Aku… Aku akan berusaha semampuku.”
Tembakannya dimulai. Pelurunya meluncur dengan biasa-biasa saja seperti sifatnya. Bahkan entah mengapa cipratan airnya juga kecil.
Tembakannya selesai. Kagerou memeriksa model tiruannya dan membuat ekspresi wajah yang sulit dijelaskan.
Tidak ada yang spesial sama sekali. Tidak terlalu bagus, namun tidak terlalu buruk juga. Serangannya berada dalam tingkatan di mana yang diserang akan mengatakan “Oh, sepertinya aku diserang ya?”
“Hmm. Tidak buruk juga… mungkin?”
“Maaf…”
Ushio mengecilkan tubuhnya.
“Tidak-tidak, bukan begitu, kamu masih bisa meningkatkannya kok. Kemudian selanjutnya, Akebono, giliranmu.”
Akebono memandang ke arah Ushio, sepertinya merasa kecewa, kemudian memulai tembakannya tanpa mengatakan apapun.
Ia mengurung sasarannya dengan beberapa tembakan. Beberapa waktu kemudian, ia mengenai sasarannya.
Kagerou sangat terkesan dengannya. Tidak ada hal sia-sia yang ia lakukan, dan sudut perbaikan yang ia perhitungkan setelah tembakan pertamanya sangatlah cemerlang. Ia juga tidak membuang-buang peluru seperti Satsuki.
Ketika ia memeriksa model tiruannya, ia melihat beberapa di antaranya merupakan serangan yang fatal.
“Kamu hebat juga ya.”
“Tentu saja, aku ini seorang kapal perusak. Kau pikir aku akan meleset?”
Kagerou tidak berpikir demikian, hanya saja, ia tetap terkejut mengetahui bahwa gadis kapal dengan karakter yang buruk ini memiliki tingkat kemampuan manuver armada dan menembak yang tinggi.
Ia melihat ke belakang, memikirkan Apa Kongou-san dan yang lain terkesan ya? Keempatnya duduk di atas tanah berpasir, dengan Kongou yang memegang sebuah cangkir teh.
“… Kira-kira mereka terkejut tidak ya…”
“Mungkin mereka akan sedikit terkejut ketika menonton yang selanjutnya.”
Akebono berkata dengan bosan, sementara Kagerou buru-buru melihat ke depan lagi.
Urutan selanjutnya adalah Arare.
Ia tidak banyak bicara, jadi ia menuju posisi menembaknya tanpa suara. Ia memandang sekilas sasarannya, model tiruan Armada Laut Dalam.
“Mulai menembak…”
Peluru 12.7cm ditembakkan. Pelurunya menuju sasaran setelah bergerak melengkung di udara.
Bukan cipratan air yang muncul, melainkan kobaran api.
Latihannya memang menggunakan amunisi sungguhan, namun jumlah hulu ledaknya telah dikurangi. Hanya saja, jumlah magnesiumnya ditambahkan agar lebih mudah untuk memastikan ketika pelurunya mengenai sasaran.
Apinya muncul karena hal tersebut. Artinya, pelurunya mendarat tepat sasaran.
“Tembakan pertamanya kena…?!”
Kagerou sangatlah terkejut.
Biasanya, akurasi ketepatan menembak hanyalah kurang dari 10 persen. Tembakan pertama berfungsi sebagai tembakan untuk menentukan jarak musuh, baru kemudian rentetan serangan penuh dilakukan. Dalam situasi pertempuran sungguhan, kawan dan lawan akan banyak bergerak, sehingga akurasinya akan semakin menurun.
Meskipun itu merupakan tembakan yang dilakukan dalam latihan, angin dan kelembapan masih akan mempengaruhi lintasan pelurunya. Menembak tepat sasaran dengan tembakan pertama setelah memperhitungkan faktor-faktor tersebut bukanlah merupakan hal yang mudah.
Ia mengira itu hanyalah merupakan sebuah keberuntungan, namun tembakan-tembakan setelahnya juga mengenai sasarannya dengan tepat.
Tembakannya berhenti dan model tiruannya diambil kembali. Ia bahkan tidak perlu memeriksanya.
Seperti yang diduga, bahkan Kongou dan saudari-saudarinya terlihat terkejut melihat bentuk akhir dari sasarannya. Hanya Atago yang masih memasang wajah tersenyum.
Gadis yang bersangkutan, Arare, sama sekali masih terlihat seperti biasa.
Kagerou secara spontan menepuk bahunya.
“Kamu hebat sekali! Aku tidak tahu kamu sehebat ini. Kamu meningkat dengan sangat pesat daripada ketika masih di Kure, ya?”
“……”
“Aku yakin ini akan mengejutkan semua orang! Kamu akan dianggap sebagai pahlawan di distrik angkatan laut ini.”
“……”
Ekspresinya membuatnya sulit untuk menentukan apakah dia senang atau tidak.
Mengesampingkan Arare, Kagerou menjadi sangat bersemangat. Itu tadi tentunya akan membuat Atago dan para kapal tempur cepat menjadi terkesan. Jika rumornya menyebar di seluruh distrik angkatan laut, Divisi Perusak ke-14 akan memiliki reputasi yang disegani.
“Apa kau benar-benar berpikir rencanamu akan berhasil?”
Akebono mengucapkan kalimat tersebut seakan-akan untuk mematahkan semangatnya. Kagerou membalas dengan sedikit kesal.
“Bukankah kamu yang mengatakan kalau mereka akan sedikit terkejut?”
“Mereka mungkin akan lebih terkejut setelah ini.”
“Setelah ini? Memangnya siapa… Oh!”
Kagerou buru-buru mengatakan kepada gadis kapal yang sedang menjejerkan model tiruannya di pantai.
“Maaf, maaf, sekarang giliran Nagatsuki, 'kan?”
Nagatsuki yang sedang bersiap-siap untuk membereskan model tiruannya entah mengapa sedikit tersentak.
“Tidak… Tidak perlu.”
“Ah, tentu saja kamu marah karena terlupakan, padahal kamu sudah repot-repot mau menarik model tiruannya. Maaf, aku akan menggantikanmu, jadi kembalilah bersemangat.”
Kagerou menyatukan kedua tangannya dan membungkukkan badan berulang kali, namun Nagatsuki menggelengkan kepalanya.
“Tidak perlu, sungguh. Jangan pedulikan aku.”
“Nagatsuki juga seharusnya mendapatkan giliran kok. Lain kali, aku akan membiarkanmu melakukannya lebih dulu, oke? Jadi tolong bersabarlah untuk sekarang.”
Ia merebut tali penariknya, kemudian memastikan agar talinya masih tersambung dengan model tiruan Armada Laut Dalamnya.
“Kalau begitu aku akan mulai menariknya, oke? Kamu bisa memulainya setelah aku memberikan aba-aba.”
Kagerou pergi menuju laut, meninggalkan Nagatsuki yang masih terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu.
Ia melambaikan tangannya setelah pergi cukup jauh.
“Baiklah, kamu bisa mulai sekarang!”
Beberapa saat kemudian, suara tembakan bergema. Pelurunya meluncur di udara dan bergerak jatuh. Muncul cipratan air… di dekat Kagerou
“Kyaaah!!”
Ia berteriak tanpa menahan diri. Ia terguyur air laut dari ujung kepalanya, dan tidak hanya itu saja, getaran dari ledakannya juga menggema di sekujur tubuhnya. Ia sangat terkejut karena tidak menyangka hal tersebut hingga ia hampir saja memuntahkan sarapannya.
“A-apa-apaan?!”
Kemudian datang peluru kedua dan ketiga. Peluru kedua mendarat sedikit lebih jauh dari sasarannya, sementara peluru ketiga mendarat lebih dekat ke sasaran.
Namun, sebuah peluru mendarat di dekat Kagerou lagi.
Dampak ledakannya hampir membuatnya terjungkal. Meski pelurunya hanyalah peluru dari meriam kapal perusak, itu tetaplah sangat berbahaya jika sampai mengenainya.
“Tunggu dulu, tunggu! Hentikan! Batalkan latihannya, batalkan!”
Ia melambai-lambaikan kedua tangannya, namun ia sendiri tidak tahu apakah gerakannya dapat dilihat. Peluru yang ditembakkan Nagatsuki hanya mendarat di tempat-tempat yang tidak ada hubungannya dengan sasarannya.
Kagerou tidak dapat menahan diri untuk meninggalkan model tiruan Armada Laut Dalamnya dan kembali menuju dermaga. Masih basah kuyup, ia berteriak mengamuk.
“Kamu ini ngapain sih?! Aku pikir aku akan mati barusan! Apa kamu sebegitu bencinya denganku, hah?!”
Tidak ada jawaban. Kagerou melanjutkan berteriak.
“Iya sih, aku memang selalu memberi kalian peringatan, memaksa kalian berlatih, dan mungkin aku juga sedikit terlalu berlebihan, tapi sebenci itukah kamu padaku sampai ingin membunuhku…?!”
Lagi-lagi, tidak ada jawaban.
Kagerou kecewa dan memandang langsung ke depan. Nagatsuki berdiri diam dengan wajah yang pucat.
“Ah… uh… M-maaf…”
“Aku tidak tahu apakah kamu benar-benar merasa bersalah.”
“Aku…minta maaf… Sungguh… Aku tidak bermaksud…”
Ia gemetar ketakutan dengan wajah yang masih sangat pucat. Kagerou melupakan kemarahannya karena kebingungan melihat sosoknya yang berbeda dari yang biasanya.
“… Ada apa denganmu?”
“Itu tadi adalah kemampuannya yang sesungguhnya.”
Suara tak berperasaan tersebut berasal dari Akebono. Ia menyilangkan tangan dengan ekspresi yang terlihat bosan.
“Gadis ini sangatlah payah dalam menembak. Dia selalu berlagak sok hebat, namun kemampuan tempurnya merupakan yang paling rendah di antara para kapal perusak, dia bahkan tidak bisa mengenai sasaran mau seperti apapun dia mencoba. Padahal dia selalu mengatakan omong kosong seperti akan melindungi Arare, namun kenyataannya dia lah yang sebenarnya terlindungi.”
“……”
Nagatsuki menundukkan pandangannya. Sikapnya yang selalu memegang teguh idealitasnya hanya merupakan sebuah bayangan sekarang, sebagaimana ia menjadi sangat murung.
Akebono berbalik menghadap Kagerou.
“Sekarang kau paham, 'kan? Bahkan para kapal tempur akan sangat terkejut dengan buruknya kemampuannya.”
Kagerou melihat ke arah Atago dan yang lain. Mereka sedang membicarakan sesuatu, namun ia tidak dapat mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan. Mereka mungkin sedang membicarakan tentang kejadian salah sasaran tersebut. Normalnya, hal tersebut akan membuat latihannya dibatalkan secepatnya.
Kagerou melihat ke langit secara refleks.
“Ahh… sekarang rencananya tidak akan berhasil…”
“Maaf,” Nagatsuki berkata dengan suara yang lemah. “Maafkan aku.”
Ia lari dari dermaga menuju ke arah Pulau Sarushima.
“Ah… Ushio, bisakah kau mengurus sisanya untukku?!”
“A-aku?!”
“Aku akan mengejarnya!”
Kagerou mengejar Nagatsuki tanpa menunggu jawaban dari Ushio yang panik.
Pulau Sarushima merupakan pulau tak berpenghuni yang berada di dekat pesisir Yokosuka. Tidak ada yang tinggal di sana, namun ada plaza untuk barbekyu dan tempat berenang di pantainya. Hanya saja, keduanya hanya dapat diakses ketika musim panas dan setelahnya ditutup sepenuhnya sepanjang tahun.
Kagerou mendarat di pantainya untuk mencari Nagatsuki.
Kasus di mana gadis kapal menerima syok tidaklah jarang terjadi. Bertempur melawan Armada Laut Dalam memanglah sangat menguras mental, jadi tiap distrik angkatan laut diwajibkan untuk menugaskan konsultan yang siap setiap saat.
Gadis kapal yang terlalu malu untuk berkonsultasi pun juga ada. Semakin tinggi harga diri mereka, semakin besar kemungkinan mereka menghindari melakukan konsultasi terhadap masalah mereka. Mereka akan menangis, gelisah, dan menderita tanpa memberitahu seorang pun. Hasilnya, mereka menyukai berada di tempat yang sepi. Pulau Sarushima merupakan salah satu tempat yang sangat cocok untuk hal tersebut.
“… Oh, itu dia.”
Ia mengenali sosok gadis kapal yang sedang duduk membungkuk di pojokan pantai. Kagerou mendekatinya dengan perlahan-lahan.
Nagatsuki sedang memeluk lutut menutupi wajahnya.
Kagerou duduk di sampingnya tanpa berbicara.
Keduanya tetap diam seperti itu selama beberapa saat.
“…Kagerou ya…” Nagatsuki menggumam pelan.
“Mhm.”
“Aku yang sekarang… bagaimana menurutmu…?”
“Aku tidak terlalu memikirkannya sih. Nagatsuki tetaplah Nagatsuki.”
“……”
Nagatsuki mengangkat wajahnya. Ia memandang laut di depannya.
“… Apa yang Akebono katakan tadi… memang benar…”
“Eh?”
“Kelas Mutsuki memiliki keseimbangan yang buruk. Turret meriam dan mesin utamanya tidak bekerja dengan baik ketika digunakan secara bersamaan, jadi sebagai seorang gadis kapal perusak, rasanya sangat sulit. Terutama untukku…”
“Jadi seperti itu ya?”
“Sungguh. Sejak dulu, aku selalu sangat khawatir apakah aku ini tidak berguna… Bahkan armorku juga seperti terlalu sederhana.”
Bagi para gadis kapal, armor yang dimaksud kurang lebih sama dengan seragam yang mereka kenakan. Secara sekilas, seragam mereka memanglah terlihat hanya seperti seragam pelaut, namun seragam mereka merupakan salah satu perlengkapan penting yang melindungi mereka dari serangan Armada Laut Dalam.
Gadis kapal dengan jenis yang berbeda memiliki seragam yang berbeda pula. Seragamnya diberikan berdasarkan tes kecocokan para gadis kapal, jadi tidak ada artinya mengenakan seragam milik yang lain. Kalaupun ada seseorang yang mengenakan seragam orang lain, seragamnya tidak akan menjadi armor, melainkan akan kembali menjadi pakaian biasa.
Kelas Mutsuki terkenal akan keseimbangannya yang buruk dikarenakan perbaikan pada seragam yang dilakukan untuk mengakomodasi persenjataan mereka.
“Begitu juga Satsuki. Dia selalu melakukan latihan otot, bukan? Itu adalah bentuk upayanya untuk membuat tubuhnya lebih kuat, sekecil apapun hasilnya…”
Oh, jadi begitu, pikir Kagerou. Aku selalu memikirkan kenapa maniak latihan otot itu selalu membujuk yang lain untuk melakukannya juga, namun ternyata memang ada alasannya.
“Dia sangat mengagumkan. Tidak sepertiku. Aku selalu mengatakan pada diriku sendiri bahwa aku akan mengatasinya sendiri suatu saat, namun pada akhirnya aku malah menjadi seperti ini. Aku mencoba untuk percaya bahwa melindungi orang lain merupakan kewajibanku. Namun sebenarnya, aku tidak dapat melakukannya. Aku ini lemah, jadi aku ingin bersama seseorang agar aku merasa aman. Arare sangat hebat dalam menembak, bukan? Karena itu aku mencoba untuk dekat dengannya…”
“……”
“Seperti yang kau tahu, Arare memiliki sifat tidak menolak orang lain, jadi aku selalu mengandalkannya selama ini. Karena itulah aku takut ketika Kagerou datang. Aku pikir pertemanan kita berdua akan berakhir karena seseorang yang telah mengenalnya sejak lama telah datang. Konyol sekali, 'kan? Padahal aku lah yang seenaknya selalu bergantung padanya…”
Nagatsuki mengalihkan pandangannya dari laut untuk memandang Kagerou.
“Hei, Kagerou.”
“Ada apa?”
“Apa kau akan mengeluarkanku dari Divisi Perusak ke-14?”
Kagerou mengedipkan mata berulang kali. Menyadari bahwa pertanyaannya tidak terjawab, Nagatsuki mengangguk dengan pelan.
“Yah, tentu saja. Seorang kapal perusak yang memiliki keseimbangan buruk, payah dalam menembak, serta selalu bergantung pada temannya hanya akan menjadi beban, bukan. Aku mungkin akan lebih baik dibongkar dan dijadikan rongsok.”
“Tunggu, tunggu, tahan dulu!”
Kagerou buru-buru menyela.
“Aku tidak akan mengeluarkanmu, kok. Lagipula, Nagatsuki juga merupakan salah satu temanku yang berharga.”
Nagatsuki memandangnya kebingungan.
“… Benarkah?”
“Tentu saja. Bahkan aku pun juga payah dalam menembak pada awalnya. Dulu aku merupakan yang paling buruk di Divisi Perusak ke-18. Aku akhirnya bisa menyamai yang lainnya setelah berlatih dengan keras. Oleh karena itu aku yakin Nagatsuki juga akan menjadi lebih baik nantinya.”
“Aku… akan menjadi lebih baik dalam menembak?"
“Yup. Aku yakin akan ada saat di mana semuanya akan terselamatkan oleh tembakan Nagatsuki. Akan kujamin itu.”
Kagerou menepukkan dadanya dengan bangga.
Nagatsuki terdiam. Terdapat kesungguhan dalam pandangan matanya, kemudian ia memalingkan mukanya kembali.
Ia hanya membisikkan, “Begitu ya…”
Kagerou mengulurkan tangan padanya.
“Baiklah, ayo kembali.”
“… Kau bisa kembali lebih dulu.”
Nagatsuki menyembunyikan wajahnya lagi.
Kagerou tidak memaksanya. Ia hanya mengatakan “Aku akan menunggumu,” kemudian langsung berjalan dari pantai menuju laut, kembali ke arah distrik angkatan laut.
Kagerou sampai di dermaga yang mereka gunakan untuk latihan. Anggota Divisi Perusak ke-14 semuanya masih ada di sana, namun yang lainnya selain Atago telah pergi.
“Emm… Kongou-san dan yang lain bagaimana…?”
“Mereka berangkat melakukan misi. Armada Laut Dalam muncul di sekitar Kepulauan Nansei. Mereka harus mengurusnya, jika tidak konvoi pembawa pasokan material penting dapat terkena bahaya.”
“Lalu Atago-san…?”
“Pekerjaanku adalah mengawasi latihan kalian, tau?”
Ia tersenyum lebar.
Latihan mereka mungkin dapat dikatakan sebagai pemecah rekor kegagalan, dan Kagerou bahkan membayangkan hal buruk di kepalanya seperti bahwa Kongou dan yang lain pergi meninggalkan mereka karena mereka terlalu kecewa dengan buruknya latihan menembak mereka.
Ia kembali menuju tempat para kapal perusak yang lain berada, kemudian bertanya pada Ushio.
“Bagaimana latihannya? Apakah berjalan dengan lancar?”
“… Ya, entah bagaimana dapat berjalan lancar…”
Meski mengatakan hal tersebut, terdapat kecemasan dalam ekspresi wajahnya. Apa dia tidak ingin Akebono mendengarnya ya? Pikir Kagerou.
“Maaf soal itu. Akan ku ambil alih lagi mulai sekarang.”
Kemudian ia menepukkan tangannya untuk menyemangati mereka.
“Selanjutnya, kita akan melakukan latihan serangan torpedo!”
Seperti yang diduga, para gadis kapal tersebut terlihat gugup, termasuk Akebono.
Serangan torpedo merupakan kebanggaan para kapal perusak. Bahkan kapal perusak yang diremehkan seperti lalat pun akan berubah menjadi serigala saat melakukan serangan torpedo. Setiap torpedo yang mereka bawa memiliki kemampuan untuk menenggelamkan kapal raksasa dalam sekali serang.
Kagerou berkacak pinggang sambil mengatakan “Tidak masalah seberapa buruk kita menembak, asal kita dapat melakukan serangan torpedo dengan baik, semuanya oke. Kita bisa meraih peringkat pertama.”
“Bukannya latihan khususnya tentang mengawal konvoi?” tanya Satsuki.
Kagerou langsung menjawab, “Armada Laut Dalam akan menyerang kita, jadi latihan serangan torpedo diperlukan. Aku akan menyiapkan sasarannya, jadi ayo lakukan dengan urutan yang sama… Lho?”
Ia memiringkan kepalanya. Model tiruan yang digunakan sebagai sasarannya tidak ada.
“Ushio, apa model tiruannya sudah kamu kembalikan ke Departemen Amunisi?”
“Tidak… Arare menenggelamkannya semua dalam latihan menembak. Semua tembakan pertamanya mengenai sasaran, dan hampir semuanya merupakan serangan yang fatal…”
Setelah menelitinya dengan baik, hanya tali penariknya yang tersisa dan tergeletak di atas dermaga. Sisanya telah tenggelam di dasar lautan.
“Bagaimana kita akan berlatih jika tidak ada sasarannya?”
“Benar juga… Haruskah aku mencoba meminjamnya lagi?” tanya Ushio.
Mungkin mereka akan dimarahi jika melakukannya. Kalau hanya dimarahi sih tidak masalah, hanya saja, mereka juga mungkin akan diperintahkan untuk mengisi banyak dokumen untuk melaporkan model tiruannya yang hilang.
“Ya ampun. Kalau begitu, aku bisa menjadi kapal sasarannya kalau kamu mau, lho.” kata Atago yang sedang menonton.
Kagerou terkejut dan cepat-cepat melambaikan tangannya.
“Tidak, tidak! Itu tidak perlu! Menjadikan kapal sekretaris sebagai kapal sasaran tidaklah pantas.”
“Tidak apa-apa kok. Biarkan aku membantu kalian.”
Sebelum ia dapat mencegahnya, Atago telah menginjakkan kakinya di atas air laut. Ia bergerak menjauh, seperti tergelincir. Dadanya berguncang naik turun.
“Beritahu aku ketika kalian sudah siap, oke~?”
Suara Kagerou melemah melihat wajah tersenyum Atago.
“Bagaimana ini…?”
“Tapi Kagerou-san lah yang mengatakan bahwa kita akan melakukan latihan serangan torpedo…” kata Ushio.
“Mungkin tanpa hulu ledak…”
“Malahan, aku ingin mengenainya,” kata Satsuki. “Armor dada itu benar-benar membuatku jengkel.”
Entah mengapa, Satsuki memandangi Atago dengan sedikit rasa iri.
Arare juga menggumamkan, “Meluncurkan torpedo sambil membidik dadanya… Itu hal yang baru…”
“Setidaknya aku ingin mengenainya sekali.”
“Kalian ini membicarakan hal aneh apa sih, astaga…”
Ushio menyela karena resah. Kemudian, seluruh pandangan tertuju padanya.
Ushio tersentak.
“A-apa…?”
“Arogan sekali gadis yang berisi ini.”
Ushio menutupi dadanya dengan tangannya mendengar kata-kata Satsuki. Kagerou mengatakan dengan heran, “Hei! Hentikan pembicaraan aneh itu. Kita akan melakukan latihan serangan torpedo, hanya saja tanpa menggunakan hulu ledaknya.”
“Kagerou sebenarnya juga termasuk berisi, 'kan?”
“Jangan bicarakan hal itu lagi! Ayo lakukan latihannya!”
Semuanya menuju ke laut.
Mereka tidak melakukan latihannya secara individu. Torpedo sangatlah lambat jika dibandingkan dengan peluru yang ditembakkan. Musuh dapat menghindarinya selama mereka dapat melihatnya. Untuk menghindari hal tersebut, umumnya beberapa kapal akan meluncurkan torpedo mereka secara bersamaan.
Itulah mengapa latihannya akan lebih efektif jika dilakukan sebagai unit divisi perusak. Permasalahannya adalah penempatan peluncur torpedo yang terpasang di tiap kapal.
Gadis dengan peluncur torpedo yang terpasang di punggung bawah atau di lengan mereka masih akan baik-baik saja. Mereka hanya perlu sedikit membungkukkan badan mereka atau mengarahkan lengan mereka ke permukaan laut. Torpedo Tipe 90 yang diluncurkan dari peluncur tiga tabung atau empat tabung kemudian akan menyelam layaknya ikan yang berenang dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Masalahnya adalah ketika peluncurnya dipasang di kaki. Hal ini cukup menyulitkan. Jika peluncurnya terpasang di bagian pergelangan kaki, maka akan mudah mengatasinya, namun jika peluncurnya terpasang di paha, maka mereka harus membuat postur tubuh yang aneh yang terlihat seperti posisi kayang[4] untuk meluncurkannya. Panduannya mengatakan, “Putar peluncurnya ketika akan meluncurkan torpedo,” namun pada kebanyakan kasus, peluncurnya memang dipasang secara kencang agar tidak goyah ketika mereka berlayar. Jika mereka menghabiskan waktu untuk mengatur arah peluncurnya dalam pertempuran yang sengit, mereka akan dihabisi oleh Armada Laut Dalam. Dengan kata lain, para gadis kapal harus melakukan gerakan-gerakan yang ekstrim hanya untuk meluncurkan torpedo mereka, yang merupakan prioritas yang terbalik.
“Aku sama sekali berbeda dengan yang lain, sih.”
Kagerou diam-diam membusungkan dadanya dengan bangga.
Peluncur torpedo miliknya terpasang di punggung, namun peluncurnya tersambung ke sebuah lengan mekanis yang dapat bebas bergerak. Hal ini membuatnya dapat meluncurkan torpedo dengan mudah tanpa harus melakukan postur-postur yang berlebihan.
Ushio tampaknya memandangnya dengan iri. Peluncur torpedonya terpasang di paha.
“Aku merasa malu ketika meluncurkan torpedo…”
Karena arah peluncurnya menghadap ke atas, ia harus mengangkat kakinya cukup tinggi sembari menghadap ke arah sasaran atau membelakangi sasaran untuk meluncurkan torpedonya. Cara manapun yang ia pilih akan membuat bawah roknya dapat terlihat oleh semua orang.
“Kenapa kamu tidak mengatur arahnya ke depan dari awal saja?”
“Jika aku melakukannya, aku akan terkena hambatan udara yang cukup berat, sehingga menurunkan kecepatan berlayarku… Dan karena kecepatan adalah salah satu senjata kapal perusak…”
Semakin Ushio melanjutkan, semakin ia menciut.
Kagerou mengangguk memahaminya sembari menggumamkan, “Hmm.” Memutuskan untuk memperlihatkan atau tidak memperlihatkan isi dari rok yang mereka kenakan merupakan masalah yang serius bagi para gadis kapal. Gadis kapal memang dapat melakukan apa yang tidak dapat dilakukan oleh rudal kendali atau pesawat tempur yang mahal, namun pada dasarnya, mereka masih merupakan seorang gadis. Meskipun mereka tidak akan terlalu memikirkannya dalam pertempuran sungguhan, mereka akan sangat malu ketika mereka mengingatnya setelahnya.
Ngomong-ngomong, Kagerou mengenakan celana pendek ketat, yang menjadi bukti peningkatan dalam urusan semacam ini bagi para kapal perusak.
Akebono yang mendengarkan dengan seksama berkata untuk pertama kalinya.
“Kau hanya perlu untuk tidak mempedulikannya. Sesimpel itu.”
“Tapi…”
“Aku tidak pernah mempedulikan hal itu.”
Ia juga merupakan kelas Ayanami sama sepertinya. Caranya dalam memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi lumayan juga, pikir Kagerou.
Kagerou berpikir untuk sesaat sebelum berkata, “Kalau begitu, bagaimana jika kamu menurunkan postur punggungmu ketika meluncurkannya?”
“Seperti apa maksudnya?”
Ia memberikan penjelasan singkat untuk menjawab pertanyaan Ushio.
“Kalau kamu mengarahkan arah peluncurnya ke bawah dari awal, hambatan udaranya tidak akan terlalu mengganggu. Saat meluncurkannya, tekuk lututmu seperti ketika kamu duduk bersimpuh. Jika kamu membuat postur seperti itu, arah peluncurnya akan mengarah ke depan, 'kan? Kalau arah peluncurnya ke atas seperti biasa, kamu hanya perlu melakukannya dengan menghadap membelakangi.”
“Oh, jadi begitu!”
Wajah Ushio menjadi gembira, namun kemudian kembali terlihat khawatir.
“Meluncurkan torpedo dengan posisi duduk bersimpuh ya… Rasanya seperti… aku akan menemui orang tua dari sisi mempelai, jadi Armada Laut Dalamnya mungkin akan salah paham…”
“‘Mempelai’? Kamu bicara apa?”
Dari kejauhan, Atago mengatakan “Sudah belum~?” dengan nada yang terdengar bosan. Kagerou buru-buru mengajak mereka.
“Ayo, cepat. Buat barisan. Jangan lupa untuk meluncurkannya dalam bentuk kipas tradisional.”
Torpedo seringkali diluncurkan dalam bentuk kipas tradisional. Hal itu dilakukan agar salah satunya dapat mengenai sasaran meski jika sasarannya mencoba menghindarinya.
Kagerou memberikan tanda pada Atago, “Kami akan melakukannya!”
“Emm, sasarannya, penjelajah berat Atago! Arah, cek! Haluan, cek! Mengatur kedalaman torpedo dan peledak menjadi otomatis!”
Mereka berbaris melaju. Sosok Atago menjadi terlihat lebih jelas.
“Tembak!”
Terdengar suara desingan dari kompresi udara yang dilepaskan. Torpedo yang diluncurkan dari masing-masing tabung bergerak menuju Atago.
Kagerou mengamatinya sambil menahan napas.
Namun, Atago pada akhirnya membuat bentuk X dengan lengannya.
“Meleset~.”
“Ah.”
Kagerou merasa kecewa. Ia memahami bahwa 10 persen merupakan tingkat ketepatan yang cukup bagus untuk serangan torpedo, namun jika mereka ingin meraih peringkat yang lebih tinggi dalam latihan spesialnya, mereka harus lebih meningkatkan tingkat ketepatannya. Melesetkan seluruh serangannya tidaklah diperbolehkan.
“Apa mungkin waktu peluncurannya tidak bersamaan?”
“Sudah kuduga, tentu saja ini pasti karena kita semua meluncurkannya dengan gaya yang berbeda-beda,” kata Satsuki.
Karena Divisi Perusak ke-14 terdiri dari jenis kapal yang berbeda-beda, cara mereka meluncurkan torpedonya sangatlah bermacam-macam, ada yang berdiri, ada yang duduk, ada pula yang mengangkat salah satu tangannya atau kakinya. Jika saja mereka terdiri dari jenis kapal yang sama, akan mudah bagi mereka untuk menyesuaikan waktu penyerangannya, sehingga mereka akan lebih mudah mendapatkan hasil yang bagus.
“Aku sudah bilang kau seharusnya tidak perlu malu untuk melakukannya 'kan?” Akebono mengatakannya dengan heran. “Mengangkat kakimu ke atas akan lebih cepat daripada harus mencoba duduk seperti itu setiap kali kau akan meluncurkan torpedo.”
“… Tapi…”
Wajah Ushio memerah karena malu, namun Akebono melanjutkan tanpa belas kasihan.
“Kau ini terlalu sok peka terhadap diri sendiri. Untuk apa kau mempermasalahkannya sebagai seorang gadis kapal? Apa kau mau membiarkan dirimu dimakan Armada Laut Dalam? Kau ini belum berubah sama sekali. Bahkan sejak saat itu, kau sama sekali tidak pernah berguna.”
“T-tapi… Aku juga…!”
Ushio mencoba membantah sembari berlinang air mata. Kagerou menyela percakapan keduanya.
“Oke, oke, sudah cukup. Akebono, bisa tidak kamu berhenti mengkritisinya terus menerus?”
“… Hmph,” Akebono bergumam, seakan bosan. “Ada beberapa hal yang tidak akan bisa terobati semenyakitkan apa itu.”
Kagerou terkejut mendengarnya, namun ia tidak mempertanyakannya lebih lanjut.
“Ayo lakukan lagi. Isi ulang torpedonya.”
Mereka berbaris kembali. Ia memberitahu Atago, “Kami akan melakukannya lagi!”
“Ayo. Kita akan meluncurkannya lebih dekat kali ini.”
“Eh? Meski ini bukan pertempuran malam?” tanya Satsuki.
Kagerou mengakui bahwa kekhawatirannya memang masuk akal.
“Benar, kita masih payah, jadi kita harus meluncurkannya sedekat mungkin. Lagipula dari dekat akan lebih mudah kena daripada dari jauh.”
Namun, hal tersebut sebaliknya malah menjamin argumen bahwa mereka mungkin akan menjadi yang terkena serangan musuh. Hal tersebut memang sangat benar, namun jika mereka ingin meraih posisi pertama, setidaknya, mereka harus bisa melakukannya seperti itu.
“Kecepatan tempur pertama pada kedua mesin!”
Semuanya melaju bersamaan dengan perintah Kagerou.
Hembusan angin laut mengenai wajah mereka. Ketika sosok Atago mulai terlihat, mereka tetap tidak menurunkan kecepatan mereka. Mereka mendekati Atago hingga tidak hanya sosoknya yang terlihat, namun juga bentuk ekspresi wajahnya dengan jelas.
“… Tembak!”
Wush. Udara yang terkompresi dilepaskan. Mereka berbalik arah dan mundur begitu meluncurkan torpedonya. Itu merupakan tindakan pencegahan dengan asumsi musuhnya akan menyerang balik.
Setelah mundur cukup jauh, Kagerou menengok ke belakang untuk memeriksa.
Atago kembali membuat tanda X dengan lengannya lagi.
“Ahh…”
Kagerou memegang kepalanya dengan kedua tangannya.
“Astaga, meleset lagi.”
Meleset dua kali secara berturut-turut rasanya cukup memalukan. Dalam situasi pertempuran sungguhan, serangan yang meleset tidaklah jarang, namun karena mereka sedang melakukan latihan, mereka seharusnya bisa mengenai sasaran. Belum lagi, situasi pertempuran sungguhan akan lebih sulit dan lebih menuntut daripada dalam latihan.
“Ushio meluncurkannya dengan benar, kok,” kata Satsuki. “Hanya saja, dia melakukannya dengan berjongkok, jadi rasanya sedikit aneh.”
“Tolong jangan bicarakan hal itu… Aku akan mencoba melawan rasa malu-ku sebaik mungkin.”
Ushio membalas meski pipinya memerah karena malu.
Atago mendatangi mereka.
“Hasilnya tidak terlalu bagus, ya.”
“Maafkan kami… Bagaimana menurut pandangan Atago-san? Apakah jarak peluncurannya salah?”
Atago menyentuh pipinya dengan jarinya.
“Hmm, sepertinya tidak ada masalah tertentu dengan jaraknya. Kalau soal postur badan kalian, hmm, aku pikir tidak ada salahnya untuk menjadi unik, kurasa.”
Pasti terlihat lucu baginya ketika ia melihat kami merisaukan postur tubuh ketika meluncurkan torpedonya. Rasanya, aku bisa memahami perasaan Ushio.
“Namun permasalahan yang terpenting adalah beberapa torpedonya diluncurkan terlambat. Kalian semua harus meluncurkannya di saat yang sama, jika tidak tingkat ketepatannya akan menurun.”
Kagerou berbalik badan.
“Apakah ada seseorang yang terlambat meluncurkannya?”
Para gadis kapal perusak tersebut tak mengatakan apapun selama beberapa saat, namun pada akhirnya ada seseorang yang mengangkat tangannya secara perlahan.
“… Arare?”
Arare mengangguk kecil.
“…Tabung peluncurku… responnya lambat…karena kondisi pelatuknya buruk…”
“Jangan-jangan, sejak sebelum serangan torpedo pertama?”
Arare mengangguk menjawab pertanyaan Kagerou.
“Ya…”
“Kalau begitu seharusnya kamu memberitahuku dari awal.”
“Aku sudah mengatakannya…” gumam Arare.
“Itu pasti karena suaramu terlalu kecil,” kata Atago.
Arare pada dasarnya memang memiliki suara yang kecil, ditambah lagi, ia cenderung tak mengatakan apapun selain untuk mengatakan hal-hal yang penting. Di Kure pun juga begitu, bahkan ada taruhan tentang apakah dia akan mengatakan sesuatu lebih dari tiga detik.
Ketika mereka masih di darat, hal itu bukanlah merupakan masalah, namun ketika mereka berada di laut, ceritanya berbeda. Mereka harus mengeraskan suara mereka karena itu sangat penting. Pada dasarnya, gadis kapal berkomunikasi satu sama lain menggunakan radio, namun pada situasi pertempuran sungguhan, akan sulit untuk mendengarkannya karena riuhnya suara tembakan ditambah dengan lolongan dan raungan para Armada Laut Dalam. Jadi mereka harus berteriak ketika menggunakan mikrofonnya.
Pabrikannya mencemaskan banyaknya kerusakan yang terjadi karena terlalu sering digunakan dengan berteriak, sehingga mereka mulai menyuplai mikrofon dengan sensitivitas yang lebih rendah. Hasilnya, mikrofonnya tidak akan bekerja jika digunakan dengan suara yang rendah.
“Padahal kamu hebat dalam menembak… Hei Arare, coba katakan ‘Meluncurkan torpedo!’”
Mendengar permintaan Kagerou, Arare membuka mulutnya.
“…Meluncurkan torpedo."
“Coba sekali lagi.”
“Meluncurkan torpedo.”
Kagerou memiringkan kepalanya.
“Hmmm, kalau seperti ini mungkin aku masih bisa mendengarnya meski suaranya kecil.”
“Kamu sebaiknya lebih sering melatih untuk berteriak ketika kamu berada di laut, oke?” Atago kemudian berpikir sejenak, lalu menepukkan tangannya sekali. “Hei Kagerou-chan, maukah kamu mendengarkan permintaan Kakak?”
“‘Kakak’ itu orang yang mana ya?”
“Jangan gitu dong. Biarkan Kakak sendiri yang melatih Arare-chan.”
“Ehh? Bukannya Atago-san kapal sekretaris?”
“Ini permintaan spesial hanya untuk hari ini saja lho?”
Atago menyeret Arare yang sedang berdiri diam. Ia membawanya ke pantai berpasir di sisi lain dermaga.
Sisa kelompok Kagerou menjadi empat.
“Bukankah sekarang waktunya menghentikan ini?” kata Akebono.
Kagerou menggelengkan kepala. “Tidak, belum saatnya. Kita harus melatih diri kita. Lagipula, Atago-san bahkan sudah repot-repot mau membantu.”
“Dia hanya ingin mengisi waktu luangnya.”
“Ayo lakukan latihan serangan torpedo lagi seperti yang telah kita lakukan sebelumnya.”
Setidaknya, mereka harus bisa meluncurkan seluruh torpedonya pada saat yang bersamaan meski pose tubuh yang mereka lakukan berbeda-beda.
Ia mengambil kembali torpedo yang mereka gunakan sebelumnya. Torpedo merupakan barang yang mahal, jadi mereka menurunkan jarak jangkauannya dalam latihan agar tidak tenggelam dan dapat digunakan kembali.
“Kita tinggal empat orang sekarang, tapi ayo lakukan sebisa mungkin. Baiklah, kecepatan tempur pertama pada kedua mesin!”
Mereka berbaris dan meluncurkan torpedo berulang kali untuk waktu yang cukup lama.
Lama-kelamaan, mereka mulai terbiasa melakukannya, bahkan postur tubuh mereka yang berbeda-beda mulai terlihat lebih baik. Ushio diam-diam juga mulai tidak memedulikan pose yang ia lakukan, mungkin karena ia merasa bahwa ini bukan waktunya untuk merasa malu.
Bagi Kagerou, hal yang lebih mengejutkan adalah kenyataan bahwa Akebono masih melakukan latihan bersama mereka.
“Aku pikir kamu akan mengatakan ‘Aku mau pulang.’”
“Kalian sangat payah, jadi aku ingin memastikan ada hal yang bisa kutertawakan nanti.”
Akebono memang memiliki tingkat keahlian yang bagus dalam menembak dan meluncurkan torpedo. Hanya saja, aku sering memikirkan andai saja dia punya sifat yang lebih baik.
Kagerou memeriksa waktunya dengan sekilas.
“Bagaimana kalau kita hentikan sekarang?”
“Nagatsuki dan Arare bagaimana?” tanya Satsuki.
Kagerou mengatakan sembari melihat sekeliling, “Nagatsuki seharusnya sebentar lagi akan kembali. Kalau Arare… Aku akan memeriksanya.”
Setelah membiarkan gadis yang lain untuk kembali terlebih dulu, Kagerou buru-buru menuju ke arah Atago pergi.
Atago dan Arare sedang berdiri di atas pasir pantai, sepertinya melakukan sesuatu.
“?”
Keduanya tidak melakukan sesuatu seperti bersiap menembak atau membuat postur untuk meluncurkan torpedo. Mereka hanya berdiri diam menghadap ke laut. Kagerou mendekati mereka dengan tanda tanya di atas kepalanya.
“Anu, latihannya sudah hampir selesai, tapi… Apa yang sedang kalian lakukan?”
“Aku sedang mengajarinya mantra untuk bersemangat,” kata Atago.
“Mantra…?”
“Kalau begitu, ayo lakukan bersamaku. Arare-chan, berdirilah di sampingku.”
Ia memaksa Arare untuk berdiri di sampingnya tanpa memberikannya kesempatan untuk menolak.
“Baiklah, ambil napas dalam-dalam.”
Atago menghirup napas dengan dalam, sementara Arare menirukannya.
“Panpakapa~n!”
Kagerou tersentak kaget. Arare hanya diam, sementara Atago cemberut.
“Ayo dong, kamu juga harus ikut berteriak.”
“……”
“Kalau kamu membiasakan diri untuk berteriak secara teratur, orang-orang tidak akan salah mendengar apa yang kamu katakan karena suara kecilmu. Ini sangat penting.”
“……”
Daripada menjadi yakin, suasananya lebih seperti Arare kebingungan dengan apa yang sedang terjadi.
Tentu saja Atago tidak memedulikan hal tersebut. Ia mencoba membuatnya berteriak sambil menghadap ke laut.
“Oke, sekali lagi, Panpakapa~n!”
“… Pa… pan…”
“Panpakapa~n!”
“Paka…”
Dibandingkan dengan Atago yang selalu riang, suara Arare makin lama makin mengecil.
Kagerou melihat ke belakang. Gadis kapal yang lewat saling berbisik. Mereka tertawa cekikikan sambil mengatakan “Sepertinya ia tertangkap oleh Atago-san,” dan “Wah, mengerikan sekali.”
Arare yang biasanya selalu memasang wajah tanpa ekspresi perlahan-lahan mulai menundukkan kepalanya. Area di sekitar lehernya sedikit memerah.
Kagerou memperhatikan gadis kapal yang tertawa melewati mereka, kemudian kembali memandang Arare.
Ia mendekati keduanya.
“Hei, Arare.”
“……?”
Arare mengangkat wajahnya. Kagerou mengatakan padanya, “Ayo lakukan bersama.”
“Kenapa…Kagerou juga…?”
“Aku barusan merasa suaraku juga menjadi kecil.”
Kagerou berdiri di samping Arare. Selagi sempat, ia juga menggulung lengan bajunya.
“Aku akan bersemangat lho. Aku perlu mengatasi suara kecilku, tau?”
“Izinkan aku mengikutinya juga.”
Muncul suara yang tidak terduga.
Nagatsuki mendatangi mereka. Ia bernapas dengan terengah-engah, mungkin karena dia baru saja kembali dari Pulau Sarushima.
“Meski aku payah dalam menembak, aku tidak ingin kalah dari Arare dalam hal suara. Aku ingin bisa membantu Arare meski hanya dalam ini saja.”
Kagerou tersenyum mendengar kata-katanya.
“Boleh kok, kalau dilakukan bertiga, tidak akan membuat malu lho,” Atago tertawa kecil, “Ufufu. Aku yakin kali ini suaranya akan menembus cakrawala. Oke, mari berteriak sampai gadis kapal di seberang lautan sana dapat mendengarnya. Panpakapa~n!”
“Pa…Panpaka…pan…”
Suara Arare masih terdengar pelan seperti biasanya. Kagerou berteriak untuk menyemangatinya.
“Panpakapa~n! Kalau kamu menggunakan suaraku untuk menutupi suaramu, rasanya tidak akan memalukan kok.”
“Aku juga tidak akan membiarkanmu mengalahkanku. Panpakapa~n!”
Nagatsuki pun juga berteriak, lalu Arare mencoba mengikuti mereka.
“Panpakapan…”
“Panpakapa~n!”
“Panpakapa~n!”
Latihan mereka terus berlanjut hingga matahari terbenam di cakrawala.
Malamnya.
Seperti yang dapat dibayangkan, Kagerou merasa sangat kelelahan hingga ia hampir saja tersandung ketika memasuki ruang belajar. Ia menyeret kursinya hingga mengeluarkan suara dan mendudukinya, lalu menjatuhkan kepalanya di meja.
Karena melakukan latihan dan meneriakkan panpakapan, tubuhnya menjadi kelelahan, namun bukan itu saja, bahkan suaranya pun juga menjadi serak. Apalagi karena ia ikut meneriakkan panpakapan secara sukarela, ia jadi tidak bisa berhenti lebih awal dan mau tidak mau menemani mereka hingga selesai.
Ia tergeletak lemas sejenak, menunggu dopamin yang bernama ‘motivasi’ muncul di dalam otaknya, kemudian mengangkat badannya. Ia mengambil kertas surat dan pena kaligrafi dari lacinya dan meletakkannya di atas meja.
Ia menatap kertas dan alat tulis yang berfungsi sebagai alat komunikasi tersebut dengan kosong.
Ia berniat untuk menulis surat untuk Shiranui. Awalnya, ia berencana untuk menulisnya begitu ia sampai di sini, namun tertunda berulang kali hingga akhirnya ia pun tidak memiliki waktu luang bahkan untuk mengingatnya hingga saat ini. Sepertinya, tidak ada tanda-tanda bahwa Shiranui akan mengirimkan kabar untuknya dari Kure, tapi gadis itu memang tipe orang yang seperti itu, jadi tidak ada gunanya mengkhawatirkannya.
Mengesampingkan kertasnya, pena kaligrafi untuk seorang gadis merupakan hal yang berlebihan. Slogan “Gadis kapal harus menjadi sosok panutan bagi semua wanita,” selalu dikampanyekan secara terus-menerus, hingga perabotan rumah pun dibagikan sebagai perlengkapan mereka. Ia bahkan dulu sempat terkejut ketika mengetahui bahwa kaligrafi merupakan salah satu kategori yang diajarkan pada kursus pelatihannya.
Distrik angkatan laut tentunya memiliki telepon rumah, dan bahkan, gadis kapal juga diperbolehkan untuk memiliki ponsel genggam atau smartphone. Hanya saja, mereka tidak memiliki banyak kesempatan untuk menggunakannya, karena terdapat pembatasan dalam penggunaannya.
Ini dikarenakan para petinggi di pemerintahan tidak ingin para gadis kapal berkomunikasi tanpa sepengetahuan mereka. Secara resmi, alasannya adalah itu merupakan bentuk pencegahan agar tidak ada informasi rahasia yang bocor ke dunia luar, namun para gadis kapal memahaminya sebagai “Seperti seorang ayah yang ingin mengetahui isi pembicaraan putrinya di telepon.”
Oleh karena itu, cara komunikasi dengan dunia luar yang paling praktis adalah dengan menggunakan surat. Panjang suratnya bermacam-macam, mulai dari surat singkat sederhana hingga tumpukan cerita pendek berjilid, yang akhirnya membuat satu-satunya kotak surat di distrik angkatan laut selalu penuh.
Kagerou bukan ingin mengirimkan surat cinta untuk pacarnya, atau menyatakan kepercayaannya pada suatu sekte rahasia, ataupun mencoba membocorkan informasi militer tentang rencana penyerangan terhadap Armada Laut Dalam, jadi ia berniat untuk menulis suratnya dengan biasa.
‘Wahai Shiranui-sama…’
Begitu ia menuliskannya, ia merobek kertasnya, menggulungnya, dan melemparkannya ke tempat sampah. Kertasnya tidak masuk ke tempat sampah, jadi ia mengambilnya dan memasukkannya dengan benar.
Ia merasa tulisannya terlalu kaku. Gaya menulisnya seharusnya lebih normal seperti surat biasa karena suratnya ditujukan pada partner lamanya.
‘Shiranui-cchi.’
Ia menggulungnya lagi. Shiranui-cchi apaan coba? Aku tidak pernah memanggilnya seperti itu.
‘Yang Terhormat. Pada musim gugur yang indah ini, bagaimanakah kabar Anda…’
Tulisannya menjadi terlalu kaku lagi. Ia menggulungnya juga dan melemparnya.
‘Yiey, seLaMaT PaGi!’
Tidak masuk akal dan tidak dapat dipahami. Ia melemparnya lagi.
Setelah itu, Kagerou berulang kali terus mencoba untuk menulis berbagai macam gaya tulisan dalam suratnya yang kemudian hanya ia robek dan buang. Beberapa di antaranya bahkan mungkin akan membuat editor dari perusahaan penerbit memuji orisinalitasnya dengan meriah jika mereka melihatnya, namun seluruhnya pada akhirnya hanya menempati tempat sampah.
Kepalanya tidak dapat bekerja dengan baik akibat dari kelelahan mental yang ia terima dari latihannya. Keadaan pikirannya sudah seperti pembukaan perdana arena pachinko[5] karena meneriakkan panpakapan selama berjam-jam. Tenggorokannya pun terasa kering kerontang.
Setelah menghambur-hamburkan lebih banyak makanan kambing[6], akhirnya ia memutuskan untuk menggunakan gaya tulisan yang lebih santai.
‘Bagaimana kabarmu di Kure? Di sini—’ Ia ragu-ragu selama beberapa saat, namun kemudian melanjutkan menulis, ‘—sangat kacau.’
Rasanya jadi negatif, tapi siapa yang peduli, pikirnya.
'Divisi perusakku peringkatnya paling rendah. Orang yang menjadi kapal sekretarisnya aneh, laksamananya juga tidak jelas. Angin lautnya juga terasa aneh. Aku yakin anginnya pasti tercampur oleh minyak.’
Ia tidak merasa tulisannya terlalu banyak. Malahan, komplain demi komplain terus bermunculan.
‘Arare juga terkena pengaruh buruk dan sekarang bahkan lebih pendiam dari biasanya. Aku masih mempertanyakan apakah ini benar-benar distrik angkatan laut. Rasanya aku ingin menangis karena aku satu-satunya yang selalu berusaha, namun usahaku selalu disia-siakan. Aku selalu memikirkan tentang Shiranui, tau? Aku ingin kita berada di divisi perusak yang sama lagi.’
Kagerou terlalu fokus menulis hingga ia tidak menyadari bahwa ada seseorang di belakangnya.
“Kagerou.”
“H-hah? A-apa?”
Ia berbalik badan sembari tetap duduk. Nagatsuki ada di belakangnya. Arare di sampingnya membawa sebuah kantong di tangannya.
“Apa kau menulis surat? Maaf kalau mengganggu.”
“N…Nggak kok, tidak apa-apa. Jadi ada apa?”
Nagatsuki berdeham kecil.
“Terima kasih untuk hari ini. Maaf sudah membuatmu repot-repot menuruti hal-hal egoisku.”
“Tidak masalah kok, kita 'kan anggota divisi perusak yang sama.”
“Aku sekarang dapat memahami kebodohanku karena Kagerou. Aku tidak akan merepotkanmu lagi mulai sekarang. Aku berjanji.”
Ia mengangguk ke arah Arare.
“Ini…”
Arare memberikan isi dari kantong yang ia bawa pada Kagerou.
“Hari ini… kamu menemaniku hingga akhir, jadi… terima kasih…”
“Hadiah? Ini untukku?”
Arare mengangguk dalam-dalam.
“Nagatsuki dan aku… menyisihkan uang untuk membelikan ini untukmu…”
Kagerou mengedipkan mata terkejut.
“Terima kasih.”
“Yang seharusnya berterima kasih…adalah kami berdua…”
Arare menundukkan kepalanya dengan gerakan yang sulit dipahami.
“Terima kasih…”
“Izinkan aku memberikan rasa terima kasih juga. Sungguh, terima kasih banyak.”
Nagatsuki juga menundukkan kepalanya. Keduanya meninggalkan ruang belajar setelah mengatakan hal tersebut.
Kagerou melihat ke arah barang yang telah diberikan kepadanya. Barangnya terbungkus oleh kertas aluminium, jadi ia membukanya.
Isinya adalah jeli kacang manis youkan[7] yang panjang dan tipis dengan stempel segel ukiran ‘Mamiya’.
Dari sekian jenis manisan yang dibuat oleh Mamiya, jeli kacang manis youkan merupakan manisan yang paling lezat dari yang lainnya. Meskipun reputasi manisan Mamiya melampaui manisan toko-toko terkenal, hanya gadis kapal yang memiliki hak istimewa untuk mencicipi rasanya. Karena jeli kacang manis youkan jarang tersedia, sering terjadi kompetisi untuk mendapatkannya.
Kagerou menggigit ujung jeli kacang manis youkan-nya sedikit. Rasa manis yang tak kunjung hilang menyebar ke seluruh mulutnya.
Setelah menikmati rasanya selama beberapa saat, ia mengambil pena kaligrafinya dan menambahkan beberapa kalimat dalam suratnya.
Tapi aku akan berusaha dengan seluruh kemampuanku, jadi, tolong amati aku dari Kure.
Note :
[1] : Bracketing, yaitu istilah untuk melakukan dua tembakan yang mengapit sasaran sehingga dapat menentukan jarak di antara keduanya. Pada Perang Dunia ke-2, kapal-kapal yang tidak memiliki Fire-Control System ataupun Radar akan menggunakan cara tersebut untuk menembak dari kejauhan.
[2] : Kalimat yang dikatakan Satsuki di dalam game, yaitu ketika menyerang.
[3] : Satsuki seharusnya menggunakan meriam 12cm, jadi mungkin sang pengarang salah menuliskannya.
[4] : Tulisan aslinya adalah handstand/headstand, namun rasanya sulit untuk membayangkannya, jadi mungkin maksudnya kurang lebih seperti ini.
[5] : Maksudnya adalah pikirannya sangat kacau. Pachinko adalah permainan ketangkasan asal Jepang yang digunakan sebagai bentuk rekreasi permainan arkade atau sebagai mesin perjudian. Orang Jepang sangat menyukai Pachinko, sehingga arenanya selalu ramai karena sangat populer.
[6] : Kertas terbuat dari serat tumbuhan, sehingga menyebabkan kambing mengira kertas merupakan makanan.
[7] : Youkan adalah manisan Jepang yang terbuat dari kacang Azuki, agar-agar, dan gula. Kurang lebih mirip seperti agar-agar atau puding namun biasanya dalam potongan-potongan panjang dan tipis.
No comments:
Post a Comment